Kolaborasi APKASINDO bersama Fakultas Kehutanan IPB Berupa Penyusunan Naskah Akademik yang Merekomendasikan Sawit sebagai Tanaman Hutan

Keberadaan kebun sawit di kawasan hutan dianggap sebagai “masalah”. Bahkan tudingan bahwa kebun kelapa sawit Indonesia merupakan hasil deforestasi dan menurunkan keanekaragaman hayati hutan tropika terus bergulir sejak tahun 2006. Sampai sekarang, kelapa sawit diharamkan untuk ditanam di kawasan hutan. Padahal kelapa sawit berkontribusi besar dalam memajukan perekonomian Indonesia yaitu mencapai Rp200 triliun lebih setiap tahunnya dan membuka lapangan kerja bagi 21,49 juta orang.

Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) mengajak Fakultas Kehutanan IPB University untuk melakukan kolaborasi dengan menyusun naskah akademik mengenai rekomendasi kelapa sawit sebagai tanaman hutan. Pada bagian latar belakang naskah akademik ini dibahas melalui Focus Group Discussion (FGD) di IPB International Convention Center pada 12 April 2018. Alasan penyusunan naskah ini karena perlakukan diskriminatif oleh beberapa pihak terhadap tanaman kelapa sawit. Metode yang digunakan dalam penyusunan naskah ini sama seperti yang dilakukan pada kajian akademik, yaitu berupa studi pustaka, wawancara, observasi/pengukuran/pengamatan di lapangan, FGD/seminar, serta studi banding.

Selain itu, dilakukan pula seminar nasional dengan tema “Permasalahan, Prospek dan Implikasi Kelapa Sawit sebagai Tanaman Hutan Terdegradasi” pada November 2021 untuk memperkaya data dan informasi dalam melakukan kajian akademik ini. Seminar ini dihadiri tidak kurang dari 22 akademisi termasuk dosen dan peneliti yang berasal dari berbagai perguruan tinggi serta lembaga penelitian. Namun, seminar yang berlangsung hybrid ini berjalan kurang kondusif karena diretas hacker dengan mengirim pesan dan video tidak senonoh pada saat jalannya acara. Hal ini diduga dilakukan oleh pihak yang tidak suka dengan topik sawit sebagai tanaman hutan tersebut.

Dalam draft naskah akademik ini dimunculkan dua rekomendasi. Pertama, usulan kepada pemerintah dalam menetapkan kelapa sawit sebagai tanaman kehutanan. Kedua, antisipasi kerentanan sistem monokultur (usaha dalam pengolahan tanah pada suatu lahan pertanian dengan tujuan untuk membudidayakan satu jenis tanaman dalam jangka kurun tertentu) dan menjaga keseimbangan ekologis. Tanaman kelapa sawit sebaiknya dikombinasikan dengan tanaman hutan unggulan setempat/tanaman kehidupan yang diperlukan oleh masyarakat setempat.

Ada tujuh implikasi ketika kelapa sawit dijadikan sebagai sebagai tanaman hutan di kawasan hutan terdegradasi/kritis. Pertama, luas areal hutan Indonesia akan meningkat drastis. Kedua, peningkatan tingkat keanekaragaman jenis hayati pada kawasan hutan terdegradasi. Ketiga, peningkatan kontribusi serapan gas rumah kaca dari areal berhutan. Keempat, nilai ekonomi dan kontribusi kawasan hutan terdegradasi semakin tinggi. Kelima, percepatan dalam pembangunan Hutan Tanaman Industri, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa. Keenam, target program reboisasi hutan dan lahan kritis akan lebih cepat tercapai. Ketujuh, penyelesaian permasalahan kebun kelapa sawit di hutan menjadi relatif lebih mudah.

Saat diwawancarai lebih lanjut mengenai penyusunan naskah akademik ini, Dekan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB university, Dr. Ir. Naresworo Nugroho MS menjelaskan bahwa naskah akademik tersebut masih berupa draft. “Saat ini naskah akademik tersebut belum tuntas (masih berbentuk draft) karena sedang dilakukan penyempurnaan oleh tim penyusun melalui diskusi internal di Fakultas Kehutanan dan lingkungan IPB” ujarnya saat dihubungi melalui WhatsApp pada Jumat (28/01).

Reporter : Juliawati
Ilustrator : Rahma Fitriyanti Suyuti
Editor : Hasna Amada Ramania

Redaksi Koran Kampus

Redaksi Koran Kampus

Lembaga Pers Mahasiswa
Institut Pertanian Bogor

Tambahkan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.