Kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan menjadi isu yang selalu digaungkan oleh seluruh dunia, termasuk di kampus. Kesadaran tiap orang untuk tidak melakukan diskriminasi terhadap suatu gender perlu ada agar tercipta lingkungan yang nyaman dan dapat dihuni setiap orang. Berbagai kesempatan dan kemauan untuk tumbuh juga perlu tersedia guna memberdayakan kemampuan mahasiswa.
I Gusti Aliyah Divana, seorang mahasiswi dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, berbagi pandangan dan pengalamannya terkait kesetaraan gender di lingkungan kampus IPB. Menurut Divana, kesetaraan gender adalah kondisi saat laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama, seperti hak untuk bersuara dan berpendapat, tanpa dibedakan dari segi apa pun. Ia juga menambahkan bahwa kesetaraan gender harus menempatkan laki-laki dan perempuan berada di posisi setara dalam ranah apa pun, baik itu akademik maupun non akademik. Baginya, laki-laki dan perempuan harus berjalan berdampingan.
Menurutnya, salah satu pengalaman yang berharga di masa perkuliahan adalah menjadi Ketua Eksekutif Ormawa PKU Tahun 2021/2022. Ia berhasil menjadi sosok perempuan pertama yang menduduki jabatan tersebut. Divana mengatakan, “Pastinya itu bukan hal yang mudah, ada saja pihak yang merendahkan dan berusaha menjatuhkan, tetapi bukan berarti itu alasan untuk menyerah, harus tetap bertahan karena ingin mengabdi dan IPB memang memerlukan sosok pemimpin tanpa harus melihat gender apakah seseorang itu laki-laki atau perempuan.”
Sebagai seorang perempuan, Divana merasa isu kesetaraan gender di IPB sudah cukup baik dan tercapai. Ia merasa kesetaraan gender sudah terwujud lebih baik dibanding beberapa tahun sebelumnya. Saat ini juga cukup banyak ditemukan sosok perempuan yang menjabat sebagai ketua dalam kegiatan-kegiatan penting di IPB. Divana juga berpesan agar mahasiswa IPB, baik laki-laki maupun perempuan, terus melakukan apa pun yang ingin dilakukan dengan tidak terlalu mendengarkan omongan orang lain karena waktu tidak bisa diulang.
Selain itu, Kamila Qurrota Ayun, mahasiswi Fakultas Ekologi Manusia, mengemukakan pendapatnya mengenai kesetaraan gender yang menurutnya ialah keadaan saat semua gender mendapatkan kesempatan dan akses yang sama baik dalam pekerjaan atau hal lain.
“Dari skala 1–10, menurutku, isu kesetaraan gender ini berada di angka 6. Kebetulan, aku pernah ke mushola yang ada di salah satu fakultas, tetapi, ternyata di sana hanya ada tempat wudhu, tidak ada kamar mandi. Dari situ bisa dilihat bahwa hal yang kurang adalah tidak provide khusus untuk wanita,” ujar Ayu saat menceritakan pengalamannya.
Sebagai mahasiswi IPB, Ayu berpendapat bahwa program yang mendukung kesetaraan gender di IPB belum begitu terdengar, bisa diduga bahwa sosialisasi dari pihak terkait masih kurang atau memang belum ada. Ayu melihat peran mahasiswa laki-laki dalam isu kesetaraan gender masih belum terlalu banyak yang aware, bahkan masih menutup mata. Stereotipe wanita bahwa “ujung-ujungnya di dapur” pun tidak jarang masih sering dikaitkan kepada wanita hingga saat ini.
Menurut Ayu, realitanya, penerapan kesetaraan gender yang benar menempatkan posisi perempuan setara dengan laki-laki memang masih belum merata, baik itu di lingkungan kampus maupun di masyarakat luas. Setiap orang harus menyadari bahwa isu ini penting adanya, demi masa depan yang lebih baik. Sejatinya, laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kesempatan yang sama pada berbagai hal dan tidak boleh ada batasan akan hal tersebut.
***
Reporter: Muhammad Shahaf Pratama, Aryo Laksono, Farkha Tsania, Putri Elsa, Masayu Nayla Shakufa
Fotografer: Khansa Saifanah
Editor: Rosita
Tambahkan Komentar