Kekerasan pers tak hanya menimpa media nasional. Di kampus juga ada kekerasan yang dialami aktivis pers. Seperti yang dituturkan Satriono Priyo Utomo aktivis pers mahasiswa Didaktika di Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
“Reporter kami dipukul di kepala, dada, dan leher,” jelas Satriono saat berbincang, Sabtu (24/8/2013).
Didaktika merupakan pers kampus. Wajar jika memberitakan berita seputar kampus. Nah, pada 20 Agustus lalu ada keributan antara 2 fakultas di UNJ. Seorang mahasiswa dari salah satu fakultas dipukuli oleh mahasiswa fakultas lain. Pemukulan karena mahasiswa itu menertawakan soal perpeloncoan yang dilakukan.
“Didaktika memuat berita itu, sudah melakukan konfirmasi ke masing-masing pihak. Juga ke pembantu dekan fakultas itu,” urai Satrio.
Tapi apa daya. Namanya saja mahasiswa, tetap saja tak mengerti yang namanya kerja jurnalistik. Ketika diberitakan soal perkelahian itu, mereka malah mendatangi kantor pers mahasiswa itu dan melakukan aksi kekerasan.
“Padahal kita sudah tawari hak jawab, kita muat berita ulang, mereka nggak mau,” urai Satrio.
Bahkan dengan memaksa, 5 orang mahasiswa dari salah satu fakultas itu meminta agar penulis berita dihadirkan. Ketika AN, sang penulis dihadirkan, malah kekerasan yang dilakukan.
“Ada staf rektor yang ingin membuat forum dan menyudutkan didaktika. Mereka tidak mau hak jawabnya. Bahkan ingin membubarkan pers kampus yang sudah berdiri sejak 1969. Kekerasan tidak bisa dibiarkan, dan kegiatan jurnalistik tak bisa dibungkam,” tutupnya.
Hingga berita ini diturunkan Rektor UNJ Bedjo Sujanto saat dikonfirmasi belum memberikan respon. Telepon selulernya yang dihubungi tak menjawab.
sumber: http://news.detik.com/read/2013/08/24/213451/2339636/10/gara-gara-tulis-soal-perpeloncoan- aktivis-pers-mahasiswa-unj-dipukuli
Tambahkan Komentar