Nilai Tambah Koperasi Syariah

Wacana mengenai lembaga keuangan syariah (LKS) sedang marak dewasa ini. Lembaga-lembaga ekonomi yang ada mulai berbenah diri agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, didahului dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992, kemudian diikuti LKS lainnya, seperti Asuransi Syariah, Pasar Modal Syariah, Reksadana Syariah, Pegadaian Syariah, bahkan Multilevel Marketing Syariah. Namun dibandingkan dengan LKS lainnya, keberadaan koperasi yang menerapkan prinsip syariah relatif sangat terlambat perkembangannya padahal dengan keberadaan koperasi yang sangat banyak jumlahnya yang tersebar di seluruh Indonesia dan sebagian besar anggotanya beragama Islam yang juga menginginkan keamanan secara nonmateri (bebas dari riba dan bunga), sangat memungkinkan untuk mendirikan atau mengkonvesikan koperasi yang bersifat konvensional menjadi koperasi syariah.

Sebagaimana lembaga ekonomi lainnya, koperasi adalah salah satu bentuk persekutuan yang melakukan kegiatan muamalah di bidang ekonomi. Dalam koperasi juga berlaku kaidah fiqh yang menyatakan bahwa ‘pada asalnya segala bentuk muamalah itu hukumnya boleh (mubah) sampai ada dalil yang mengharamkannya’. Jadi koperasi boleh melakukan kegiatan apa saja di bidang ekonomi selama bukan kegiatan yang dilarang oleh syariah, seperti memproduksi dan memperdagangkan barang-barang terlarang, transaksi-transaksi yang bersifat ribawi, spekulatif (maysir), dan manipulatif (gharar), atau memperoleh keuntungan secara tidak sah menurut syariah, seperti perzinaan, penipuan, dan sebagainya.

Hal yang membedakan koperasi syariah dengan koperasi lainnya adalah sistem operasional. Sistem syariah yang ada dalam koperasi syariah tidak mengijinkan adanya riba atau bunga. Sistem bunga dalam koperasi syariah digantikan oleh sistem bagi hasil. Selain itu, segala hal yang berbau judi ataupun spekulasi yang tidak produktif serta transaksi yang tidak jelas juga diharamkan dipraktikkan dalam koperasi syariah. Monopoli serta menjalankan bisnis yang haram seperti alkohol, narkoba juga tidak diperbolehkan. Lebih jauh lagi, aspek-aspek moralitas dan spiritualitas sangat ditekankan dalam praktek koperasi syariah.

Nilai tambah utama koperasi syariah terletak pada sistem bagi hasil yang ditawarkan. Sistem bagi hasil, hubungan antara peminjam dengan yang meminjamkan menjadi hubungan kemitraan. Penentuan jumlah tambahan tidak ditetapkan sejak awal, karena pengembalian bagi hasil didasarkan kepada untung rugi dengan pola rasio bagi hasil. Maka jumlah bagi hasil baru diketahui setelah berusaha atau sesudah diperoleh keuntungan. Dengan demikian, jumlah bagi hasil selalu fluktuatif dari waktu ke waktu, sesuai dengan besar kecil keuntungan yang diraih pengelola dana.
Hal tersebut berbeda dengan sistem bunga yang telah ditetapkan di awal. Pada sistem bunga, jumlah tambahan yang dibebankan harus dibayarkan oleh peminjam meskipun usaha yang dijalankan mengalami kerugian. Penerapan bagi hasil ini dirasa lebih adil bagi kedua belah pihak dan diharapkan melalui sistem ini pemerataan pendapatan dan keadilan sosial dapat diwujudkan. Selain itu, penerapan bagi hasil ini juga semakin mendorong masyarakat untuk semakin giat melakukan usaha-usaha produktif.

Oleh:Siti Mu’minah/Bidang Keilmuwan SES-C Ilmu Ekonomi IPB

Redaksi Koran Kampus

Lembaga Pers Mahasiswa
Institut Pertanian Bogor

Tambahkan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.