Hujan di Matamu

Hujan di matamu adalah air yang membeku oleh kobaran api 

Merah menyala, bagai nafsu akan agresi pembumihangusan

Meledak tanpa bisa dicegah. Mengguntur seperti lenguh sapi

Sedang engkau memekik di tengahnya, terpasung dagelan 

Wahai hujan yang turun deras dari juta duri banyu marapi

 

Rinai di matamu adalah air yang lebih lembut dari belai samudra 

Membisikkanmu segalanya akan baik-baik saja. Mendekap syahdu

akan pelangi yang berikutnya datang. Petrikor yang bersandiwara

Pada tali-tali pertunjukan dunia, pada panggung awak pecandu

Mereka yang gemar menari di atas simulakra para Saudara 

 

Rintik di matamu adalah air yang gugur oleh realitas negeri fana

Isak yang tak pernah ditunjukkan pada dunia dihamburkan hujan

Luapan yang tambatkan lara hilangkan damba putuskan nirwana 

Tempat engkau berlari dan menangis bersama rintik, menjeritkan 

Kisah cinta dan hidup yang rusak binasa di atas merah singgasana

 

Tetes di matamu bahkan tak tampak. Hanya air yang dapat dirasa

Menetes bagai roh yang kehilangan pasak dendamnya, hampa

Pada ruang hidupnya. Seakan kantuk mendera setiap masa

Raib untuk motivasi untuk semangat yang terus berjumpa 

Selamat tinggal duhai pawana yang menolak berprakarsa

 

Hujan di matamu tak lekang oleh ruang dan waktu 

Memori yang menyimpan sangkala tergelapmu—sebutkan 

Murka, suka, duka, hampa. Ia karib dalam membantu

Dikau melupakan serta dikau mengingat—kenangan

serta cecap kehidupan mesra ‘tuk jadikanmu seorang ratu

 

Reporter: Fida Zalfa Lathifah Yasmin

Sumber gambar: freepik.com

Editor: Fatin Humairo’

Avatar

Fida Zalfa Lathifah Yasmin

Tambahkan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.