Bagi Widodo, ketua Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo (PPLP-KP), menanam bukan sekadar mata pencaharian. Sebagaimana diceritakan di dalam bukunya, “Menanam adalah Melawan”, menanam adalah suatu wujud perlawanan untuk membendung kapitalisasi global. Perlawanan lewat aksi menanam ini dijadikan solusi yang sinikal terhadap persoalan pertambangan, sistem pemerintahan, kemiskinan, dan kelaparan di Kulon Progo.
Acara bedah buku karya Widodo ini diselenggarakan di auditorium Sumardi Sastrakusumah FPIK pada Kamis (21/11). Rangkaian acara diawali dengan pertunjukan seni peran oleh Komunitas Ipok. Pertunjukan itu menggambarkan bagaimana keberadaan korporasi pertambangan yang memiliki akses lebar di lahan pantai Kulon Progo mengancam kelangsungan hidup banyak petani lahan pantai. Hal inilah yang melatarbelakangi kemarahan Widodo sehingga membukukan kisah perlawanannya.
Melalui bukunya, Widodo menagih bukti pembelaan rakyat dari pihak-pihak yang dianggap memiliki kekuasaan lebih, salah satunya perguruan tinggi. Menurutnya, perguruan tinggi yang seharusnya mengabdi pada masyarakat malah terjerat dalam kolaborasi janggal dan terinfiltrasi pandangan serta kepentingan korporasi semata. Para utusan perguruan tinggi, seakan menjadi antek-antek atau kaki tangan korporasi untuk mengeksploitasi sumber daya demi keuntungan sepihak.
Eko Cahyono, sebagai moderator acara menunjukkan kekagumannya kepada Widodo yang memiliki sikap apa adanya dan cerdas mengkritik pada tempatnya. Widodo menceritakan bagaimana para akademisi berkali-kali mendatanginya seakan menjanjikan solusi cerdas bagi persoalan yang ia hadapi. Namun, hasilnya selalu mengecewakan.
Hayah Afifah (Magang Korpus)
Tambahkan Komentar