Senin (13/05) yang lalu, tim aethicous PKM RSH IPB University berdiskusi langsung dengan pelaku desain, yaitu mahasiswa Arsitektur Lanskap angkatan 58 IPB yang telah mengambil mata kuliah Perkuliahan Desain Taman Tematik sebagai langkah awal melaksanakan program. Diskusi tersebut dikemas dalam bentuk Fokus Group Discussion (FGD) terkait keberpihakan pelaku desain terhadap AI Generative design dalam proses penciptaan karya visual grafis.
Kegiatan ini juga turut dihadiri oleh dosen pendamping tim aethicous, Dr. Akhmad Arifin Hadi, S.P., M.A. yang menyampaikan bahwa Indonesia tidak jauh tertinggal perihal Artificial Intelligence (AI) ini. Selain itu, Dewa Fahtiar Fisabila selaku ketua tim membeberkan tujuan dari kegiatan ini, “Kegiatan kita pada sore hari ini itu adalah tahap pertama dalam rangkaian PKM kami di tim aethicous. Tujuannya mengumpulkan data dari perspektif pelaku desain atau orang yang membuat desain dalam penciptaan karya visual grafis menggunakan AI. Nah setelah ini akan ada tahap selanjutnya, tahap kedua, tahap ketiga cuma teknisnya akan berbeda dan menjadi awal tim aethicous dalam kiprah kami di PKM Pimnas nanti. Jadi sekarang masih tahap pengumpulan data aja sih dan akan berkembang lagi.”
Sesi FGD yang mengundang para pelaku desain ini terbagi menjadi tim pro, kontra, dan netral. Mereka membahas bagaimana etika penggunaan AI dalam sebuah karya desain, alasan keberpihakan, kepemilikan hasil desain, kemudahan dan keahlian, serta motivasi penggunaan berkelanjutan. Tim pro menuturkan bahwa AI memiliki kecepatan, efektivitas, efisiensi, dan kecepatan kerja dalam mensejahterakan landscape desainer karena alat yang mahal, laptop, atau hal lain yang dapat menghambat.
“Hak milik menjadi pemilik AI karena data kita ada disitu dan bisa dicari hasil AI atau landscape desainer menggunakan web-web untuk mendeteksi hal tersebut. Keahlian/profesionalitas, paham tentang materi atau pembelajaran landscape desainer dari tahap inventarisasi sampai akhir secara menyeluruh. Itu hal yang tidak bisa dilakukan oleh AI karena pelaku desain yang paham jadi bisa memerintahkan AI. AI nggak bakal menggantikan kita, orang pandai menggunakan AI yang akan menggantikan kita,” tutur tim pro.
Disisi lain tim kontra menyampaikan hal yang berbeda. Menurut tim kontra, hasil kepemilikan desain AI memiliki sistem kode enkripsi karena AI pemilik sistem dan bisa di remake oleh orang lain. Mereka menambahkan keberlanjutan tidak sesuai untuk pelaku desain. Pengguna AI baru nantinya tidak respect dengan kepemilikan desain. Mereka juga menuturkan hasil desain AI tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Bagaimana mesin AI terbentuk. AI belajar dari suatu sumber dan tidak dipertanggungjawabkan. Dari AI tidak ada sumber jelas/big data. Hal tersebut sangat kurang bagian seninya. Seni tidak bisa diprogram. Seni itu spontan. Resource-nya akan sama dengan AI. Selain itu, belum ada kebijakan terkait batasan-batasan yang harus resourcer AI pegang di Indonesia,” ucap tim kontra.
Tim netral sendiri tidak memihak terkait tim pro atau tim kontra. Tidak dapat dipungkiri memang AI membantu para pelaku desain untuk memudahkan desain yang dibuat, tetapi tim netral merasa orisinalitas karya AI dalam bentuk desain grafis seharusnya tetap milik pelaku desain yang membuat tersebut.
“Menurut gua seru, kita ngomongin hal baru disini tentang AI yang mungkin di IPB sendiri belum banyak dibahas, khususnya diranah desain grafis lanskap sendiri. Itu hal baru banget dan tadi dari hasil FGD juga oke banget dan bisa mendapat perspektif banyak banget tentang AI itu sendiri,” tutur Gilang Maulana saat ditanyai pesan dan kesan mengikuti kegiatan ini.
***
Reporter: Rosita
Fotografer: Fadiyah Febri Herdianti
Editor: Rosita
Tambahkan Komentar