Jakarta, sebagai salah satu kota tersibuk di dunia menyimpan beragam cerita dan makna. Hiruk-pikuk para manusia pekerja, banjir yang selalu menyapa setiap tahun, kriminalitas di sudut-sudut kota, dan macet sepanjang hari adalah tata rias wajib kota yang dulu menjadi pusat budaya Hindia Belanda ini. Meski kompleksitas masalah yang membelit kota Jakarta seakan tak pernah surut, salah satu kota tertua di Indonesia ini masih saja menjadi destinasi favorit kaum migran untuk mencari ‘gula-gula’.
Kesibukan orang Jakarta, yang telah menjadi denyut nadi kehidupan kota, bak sekumpulan semut-semut pekerja yang tak kenal lelah mondar-mandir keluar masuk sarang. Berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Berjalan dalam satu garis yang membentuk pola-pola. Terus berpacu dan tak pernah berhenti sepanjang waktu.
Semut, sebagaimana sering digunakan untuk merepresentasikan kaum pekerja, merupakan instrumen utama dalam karya instalasi Ari D. Krestiawan dalam pameran residensi Galeri Nasional Indonesia yang dihelat beberapa waktu yang lalu. Ari, yang terbiasa menggunakan media video dalam setiap karya-karyanya, kali ini mencoba merespons kota Jakarta dengan instalasi semut dan beberapa media lain.
Karya berjudul ‘Konstruksi’ ini terdiri dari tiga instalasi yang mencoba berkomunikasi dengan pengunjung melalui beragam cara. Instalasi pertama menunjukkan interaksi antara televisi dan mesin fotokopi, intalasi kedua antara bak mandi dan es balok, dan yang terakhir menggunakan program komputer yang berinteraksi dengan semut-semut.
Pada instalasi antara balok es dan bak mandi, Ari membuat eksperimen untuk melihat seberapa jauh semut sanggup menemukan objek manis di sekeliling mereka. Ari menempatkan es balok yang telah dituang sirup dengan kabel yang sudah ditabur gula. Es balok kemudian mencair dan semut-semut berusaha naik demi mencari sumber gula yang manis dan memikat.
Karya ini merupakan hasil dari residensi Ari selama beberapa hari di Jakarta. Karya ini bicara tentang respons sang seniman terhadap fenomena Ibukota, yang penuh kosntruksi, panas, dan tentu saja ramai tapi masih saja manis untuk didatangi.
Muhammad Fahmi Alby
Tambahkan Komentar