Soya-soya, Tarian Khas Negeri Ternate Maluku

Terletak di bagian timur Republik Indonesia, Maluku memliki kekayaan budaya yang tercermin dalam dua tarian khasnya, yaitu tari Soya-soya dan tari Dana-dana. Alangkah kayanya Indonesia. Tak hanya soal sumber daya alamnya, kekayaan budayanya juga tak kalah melimpah. Salah satunya kebudayaan dari Pulau Maluku. Keadaan geografis Maluku terdiri dari pulau-pulau kecil berdampak pada keragaman suku, bahasa, dan kesenian. 

Kata Soya-soya dalam bahasa Maluku berarti penjemputan. Namun, Tari Soya-soya lebih dikenal sebagai tarian perang. Tarian yang berasal dari daerah Kayoa Maluku ini dilatarbelakangi oleh peristiwa sejarah pada masa pemerintahan Sultan Baabullah. Kisah berawal ketika Sultan Baabullah menyerbu benteng Portugis di Kastela, Ternate Selatan untuk menjemput jenazah ayahnya, Sultan Khairun. Sultan Khairun dibunuh secara kejam oleh tentara Portugis di dalam benteng, kemudian disekap disana selama lima tahun. 

Tarian yang menggambarkan patriotisme ini diciptakan oleh para seniman kesultanan untuk mengabadikan peristiwa tersebut. Tari Soya-soya pada umumnya dilaksanakan pada upacara penyambutan tamu agung. Tari Soya-soya diperagakan oleh penari dengan jumlah tak terbatas, namun harus dengan jumlah ganjil. Salah satu penari berperan sebagai Kapitan (komandan) yang memimpin tarian. Ketika menari, mereka mengenakan ikat kepala berwarna kuning yang dalam bahasa Ternate disebut tuala lipa atau lipa kuraci. 

Mereka juga mengenakan baju dengan belahan dada berwarna putih yang disebut taqoa. Selain itu mereka memakai celana panjang berwarna putih dan rok berwarna merah, hitam, kuning dan hijau. Para penari juga membawa perisai (salawaku) di tangan kiri dan ngana-ngana di tangan kanan. Ngana-ngana adalah seruas bambu yang diberi hiasan daun palem berwarna merah, kuning dan hijau. Di sampingnya dipasang kerincingan sehingga bila digerakkan akan berbunyi. Alat musik yang mengiringi tarian ini terdiri tifa dan gong. 

Gerakan Tari Soya-soya sangat dinamis dan penuh semangat karena menceritakan semangat pasukan kesultanan Ternate saat berperang mengusir Portugis. “Berbeda dengan tari-tari dari daerah Jawa yang didominasi gerakan tangan, tari Soya-soya didominasi gerakan kaki yang cepat,” tutur Fauzia (FKH 46), penanggung jawab OMDA Maluku. Tari Dana-dana, Akulturasi Budaya Arab Tari Dana-dana merupakan tari pergaulan kaum muda-mudi yang diselingi dengan pantun serta diiringi alat musik gambus dan tifa. Tari ini dipengaruhi oleh budaya Arab yang masuk ke Maluku melalui jalur perdagangan. Berawal dari kedatangan pedagang-pedagang Arab, kemudian menetap. Lambat laun, terjadilah pernikahan campuran antara masyarakat Maluku dengan bangsa Arab. 

Hingga kini, Tari Dana-dana identik ditarikan saat upacara pernikahan dan pesta rakyat. Tarian ini didominasi oleh gerakan-gerakan yang dinamis mengikuti irama musik berisi pantun bertemakan percintaan. Mahasiswa Maluku ingin mengangkat cerita asli di masa lampau. Diawali dengan Tari Soya-soya yang meggambarkan peristiwa penjemputan jenazah Sultan Khairun yang merupakan awal dari peperangan, kemudian diakhiri dengan pesta muda-mudi yang dalam Tari Dana-dana. Keberagaman Maluku juga nampak dari adanya perbedaan antara Tari Soya-soya di Ternate dan Kayoa. Di Ternate, Tari Soya-soya ditampilkan sebelum perang, sedangkan di Kayoa ditarikan seusai perang. Ada pesan yang ingin disampaikan dalam rangkaian kedua tarian ini. “Intinya, berjuang dulu, kalah atau menang urusan nanti,” jelas Fauzia.

Mariana Agustin

Redaksi Koran Kampus

Lembaga Pers Mahasiswa
Institut Pertanian Bogor

Tambahkan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.