Wajah Jalan Babakan Raya (Bara), yang selama ini menjadi denyut nadi ekonomi dan kuliner mahasiswa IPB University, akan segera berubah. Rencana penataan ulang kawasan ini memantik diskusi hangat antara pihak kampus, pemerintah daerah, dan para pedagang dalam audiensi sosialisasi penyiapan penataan Babakan Raya yang digelar baru-baru ini, pada Selasa, 16 Desember 2025. Polemik mencuat bukan pada penolakannya, melainkan pada ketidakpastian nasib para pedagang yang menggantungkan hidup di sana. Di tengah isu penggusuran, pihak IPB dan pemerintah kecamatan menekankan narasi “penggeseran” demi tata kota yang lebih baik dan kesehatan lingkungan.
Dalam forum tersebut, ketegangan sempat terasa terkait status para pedagang. Perwakilan Badan Investasi dan Bisnis (BIB) IPB, Indah, menegaskan posisi hukum kampus terhadap 85 kios yang terdaftar. “Kami menekankan bahwa bapak dan ibu adalah mitra, bukan binaan,” ujar Indah. Pernyataan ini menegaskan hubungan profesional berbasis kontrak sewa, bukan sekadar pembinaan sosial. Kontrak sewa saat ini diketahui hanya berlaku hingga 31 Desember 2025, dan surat pemberitahuan terkait pelunasan untuk perpanjangan tahun 2026 telah dilayangkan.

Indah menjelaskan bahwa langkah ini diambil karena IPB harus menyelesaikan laporan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lahan yang ditempati pedagang adalah milik negara di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu), di mana IPB hanya dimandatkan untuk mengelola. “Tanah negara harus digunakan dengan izin Kemenkeu. Kalau belum punya jawaban (dari kementerian), saya belum berani jawab,” tambahnya, merujuk pada ketidakpastian izin perpanjangan jangka panjang.
Menanggapi langkah relokasi, Camat Dramaga, Atep, turut mendukung hal ini. Menurutnya, penataan Bara adalah tanggung jawab bersama dan muncul dari usulan berbagai pihak, salah satunya untuk mengatasi permasalahan kemacetan yang terjadi di Bara. “Bukan penggusuran, tapi penggeseran. Saya berharap Dramaga bisa terbebas dari kemacetan.” ujar Atep.

Pada pandangan yang lain, Paguyuban Pedagang Bara menyuarakan kekecewaannya. Herman sebagai Ketua Paguyuban mengungkapkan bahwa rencana penataan sebenarnya sudah terdengar sejak 2017, namun komunikasi baru-baru ini dirasa tersumbat. “Kami sudah mengirim surat ke pihak kampus tiga kali, baru kali ini tidak dibalas.” keluh Herman. Ia menekankan bahwa jika mereka dianggap sebagai “mitra”, maka seharusnya ada ruang diskusi yang lebih terbuka. “Kami tidak menolak penataan, tapi menolak penggusuran. Tolong carikan solusinya, IPB punya tanggung jawab.” tegasnya. Para pedagang mengajukan opsi kompromi, yaitu jika pelebaran jalan hanya memakan satu meter, mereka bersedia memundurkan kios mereka tanpa harus digusur total. Adapun syarat utama yang diajukan oleh pedagang adalah relokasi yang manusiawi. “Sebelum ada kios yang baru, kios lama kami jangan dibongkar dulu. Target pasar kami mahasiswa, jadi tempatnya harus strategis.” tambah Herman
Dengan perdebatan dan desakan tersebut, akhirnya secercah titik terang mulai terlihat. Pihak IPB membocorkan rencana pembangunan konsep foodcourt yang lebih tertata. Namun, sistemnya akan melalui proses kurasi yang ketat. “Konsep foodcourt belum selesai, tapi nantinya satu kios bisa diisi 7 pedagang. Kami akan mengutamakan mitra dulu, namun akan ada seleksi dan kurasi.” jelas Indah. Ia juga menjanjikan bahwa dana sewa akan dikembalikan jika kontrak terpaksa dibatalkan.

Presiden Mahasiswa (Presma) IPB, Abdan, yang hadir sebagai representasi mahasiswa mengambil posisi penengah. Ia menilai kebijakan penataan ini sudah tepat secara substansi, namun cacat dalam komunikasi. “Kebijakan ini tidak salah, tapi butuh ruang komunikasi dan sosialisasi yang lebih transparan. Kami berdiri di kaki kami sendiri, mendukung seluruh unsur, baik kampus, pemerintah, maupun masyarakat.” ujar Abdan. Ia berharap tahun 2026 nanti bukan menjadi ajang konflik baru, melainkan membawa “harapan baru” bagi wajah Babakan Raya. Audiensi ditutup dengan janji dari pihak kecamatan dan Satpol PP untuk terus mengawal administrasi sesuai Perda, serta komitmen IPB untuk mengomunikasikan perkembangan izin lahan dengan pemerintah kabupaten secara bertahap. Kini, warga Bara menanti realisasi janji tersebut.
***
Reporter: Muhammad Diki Syawaludin, Agusta Aura Ekafara
Editor: Asni Kayla Azzahra, Dyaz Miftah
Fotografer: Elvin Ramadhan
Layouter: Aufa Rafli
Marcomm: Dini A Syakira, Ghawa Gibran




Tambahkan Komentar