Harga beras menjadi perbincangan hangat di Indonesia lantaran nilainya yang melonjak hingga mencatat rekor tertinggi. Mengutip dari Menteri Perdagangan Indonesia, Zulkifli Hasan, Fenomena El Nino yang melanda di pertengahan 2023 menyebabkan kekeringan sehingga petani kerap mengalami gagal panen dan produksi beras cenderung menurun. Berbagai kalangan masyarakat terkena dampak dari kenaikan harga beras awal 2024 ini, termasuk para mahasiswa IPB.
Informasi terbaru dari Badan Pangan Nasional menunjukkan bahwa terhitung pada 19 Maret 2024, harga beras premium naik sebesar 2,57% menjadi Rp16.770 per kilogram, sedangkan harga beras medium naik sebesar 1,76% menjadi Rp14.450 per kilogram. Kenaikan ini telah melampaui batas harga eceran tertinggi yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dimana beras premium seharusnya berada di kisaran Rp13.900 hingga Rp14.800 per kilogram dan beras medium di Rp10.900 hingga Rp11.800 per kilogram.
Akibat kenaikan harga beras ini, mahasiswa, yang seringkali memiliki anggaran terbatas, berkemungkinan besar untuk mengubah pola konsumsi mereka dan mencari alternatif makanan yang lebih murah. Kemungkinan terburuknya adalah keharusan untuk mengurangi jumlah konsumsi makanan hariannya. Hal ini dilakukan para mahasiswa IPB untuk memastikan anggaran yang dimiliki mencukupi kebutuhannya hingga akhir bulan.
Seorang mahasiswa IPB berinisial H mengungkapkan bahwa dirinya menyadari kenaikan harga beras baru-baru ini. Namun, menurutnya, kenaikan harga ini masih wajar karena didasari oleh gagal panen akibat ekstrimnya cuaca.
“Aku rutin masak di kos jadi sering beli (beras). Kaget dengan harganya yang menyentuh angka 13.000 sampai 14.000 per kg nya. Padahal, biasanya aku beli dengan harga 11.000 atau 12.000 per kg nya. Menurut aku, ini masih wajar karena mungkin cuaca ekstrim belakangan ini kali ya yang berdampak pada hasil panen padi. Jadinya, banyak petani yang gagal panen, berimplikasi pada lonjakan harga beras,” ujar H.
H juga memberikan saran bagi pemerintah untuk mengatasi kenaikan harga beras ini dengan memberikan subsidi. Menurutnya, para penimbun beras juga perlu ditindak tegas karena bisa menjadi salah satu sumber permasalahannya.
“Mungkin, pemerintah bisa memberikan subsidi kepada para petani atau pengecer beras untuk menjaga harga tetap terjangkau bagi konsumen. Selain itu, pemerintah harus bisa membongkar kartel penimbun beras nih. Karena dengar-dengar salah satu alasannya juga karena hal ini yang menyebabkan kelangkaan beras. Makanya, pemerintah harus tegas dan rutin operasi pasar untuk menangkap dan menindak tegas para pelakunya,” ungkap H.
Mahasiswa IPB lain yang memaparkan keresahannya adalah Ajrina. Menurutnya, penyebab utama kenaikan harga beras adalah meningkatnya jumlah pembeli di bulan ramadhan. Ajrina menyarankan solusi berupa pemberian bantuan dari pemerintah untuk masyarakat yang membutuhkan.
“Sepengetahuan saya, setiap bulan ramadhan biasanya terjadi peningkatan harga bahan pokok karena pembelinya membludak dari biasanya. Saran saya pemerintah bisa mengadakan bantuan bahan pangan untuk masyarakat menengah ke bawah yang terdampak hal ini,” cetus Ajrina.
Akan tetapi, dalam jangka panjang, permasalahan ini bukan hanya dapat berdampak pada ekonomi mahasiswa, melainkan juga pada kesehatan dan kinerja akademisnya. Berkurangnya asupan nutrisi dari makanan bisa memengaruhi kerja otak dalam menghasilkan energi dan menjaga imunitas. Selain itu, stress, yang didapatkan dari beban keuangan, juga dapat mengganggu fokus dan motivasi mereka dalam menggeluti dunia pendidikan.
“Keuangan pernah menipis sebelum akhir bulan. Terkadang, pengeluaran tak terduganya berasal dari anggaran makanan. Hal ini juga pastinya sesekali berdampak ke stress, berpengaruh juga ke fokus belajar. Biasanya saya akan mengingat kembali pengeluaran bahan makanan supaya bisa disesuaikan anggarannya untuk bulan depan,” ungkap Ajrina.
***
Reporter: Arosanda Putri, Rahma, Ambara Wati
Editor : Rafly Muzakki R
Ilustrator : Naurah
Tambahkan Komentar