Counter Current II: Kisah dari Wakatobi

Berawal dari sebuah acara pelepasan pada tanggal 28 Juni 2013 yang dihadiri oleh Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan IPB, Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, dosen-dosen dan beberapa kawan-kawan undangan. Acara yang bertempat di  Ruang Diskusi II FPIK ini mempunyai agenda utama berupa pelepasan peserta Ekspedisi Counter Current II yang akan berlayar menuju Wakatobi. Tiga hari kemudian Bus biru FPIK mengantar tim ekspedisi menginjakkan kaki di Pelabuhan Tanjung Priok dan aparat kepolisian mengawal tim ekspedisi menuju Kapal Dobonsolo. Sailing Begins ! 

Tim Ekspedisi

Ekspedisi Counter Current II, 1-25 JULI 2013
Ekspedisi Arus Balik (Counter Current) merupakan kegiatan penelitian mahasiswa ITK yang menitikberatkan pada perekayasaan teknologi dalam bidang oseanografi. Sudah tahun kedua Marine Instrumentation and Telemetry (MIT) melaksanakan ekspedisi ini dengan tujuan pengaplikasian ilmu dengan merancang berbagai instrumen yang berkemampuan dalam pengambilan data kelautan juga parameter fisik, biologi, dan kimia perairan.
Instrument yang dibuat diusahakan agar dapat menghasilkan data oseanografi secara realtime dan kontinu serta dapat dibuat stasiun permanen dengan cuaca dan kondisi laut pada umumnya. Kegiatan ini terdiri dari perancangan, pembuatan, dan uji coba dari instrumen2 yang telah dibuat. Uji coba dilakukan di lapangan secara langsung dengan mengambil berbagai parameter perairan, seperti penggunaan alat pengukur kecepatan arus, pasang surut, gelombang dan pengukur kecepatan angin.
Menuju Wakatobi
Perjalanan yang cukup panjang berlayar selama empat hari dengan tujuan Bau-Bau, Sulawesi Tenggara dan singgah di Surabaya dan Makassar. Malam hari tim ekspedisi merapat di Bau-Bau disambut oleh TNI Angkatan Laut KRI Tongkol–813 yang siap mengantar menuju Wangi-wangi. Gerimis pun mengiringi.
Sambutan Kepala Desa dan kedatangan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. Pembina MIT dan Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si sebagai dosen Pendamping menambah personil tim ekspedisi. Malam harinya agenda diskusi terbuka undangan dari Bupati Wakatobi, Ir. Hugua dan Komisi 5 DPR RI tentang kemajuan pariwisata dan pemanfaatan di Kepulauan Wakatobi. Acara tersebut juga dihadiri oleh mahasiswa Universitas Indonesia dan Universitas Gajah Mada yang sedang melakukan PKL. 
Wakatobi memiliki kondisi oseanografi unik dan keadaan masyarakat sekitar dengan mata pencaharian sebagai petani rumput laut yang biasa disebut “petani agar-agar”. Sehingga data oseanografi sangat membantu dalam tinggi rendahnya produksi rumput laut. Oleh karena itu Wakatobi terpilih dengan membawa instrumen baru seperti anemometer dan wavebuoy yang merupakan instrumen pengukur tinggi gelombang juga alat lainnya yang sudah pernah di uji coba pada ekspedisi sebelumnya seperti drifter buoyuntuk mengukur kecepatan dan arah arus, motiwali  alat pengukur pasang surut, dan data logger berfungsi mengukur suhu dasar perairan.
Kegiatan Ekspedisi
Sabtu, 6 Juli 2013 setibanya di Kaledupa, tim ekspedisi disambut oleh kepala camat, perwakilan dari lembaga swadaya masyarakat FORKANI, beberapa tokoh adat dan masyarakat sekitar dengan sambutan yang hangat dan akrab. Menurut penjelasan dari FORKANI di sini terjadi berbagai kendala yang dihadapi oleh Petani Rumput laut sehingga mengalami penurunan kualitas dan kuantitas. Selain itu para nelayan juga mengeluhkan penurunan kuantitas teripang namun mereka belum tahu solusi masalah tersebut.
Maka dari itu kedatangan tim ekspedisi diharapkan dapat membantu dengan memberikan informasi pendukung untuk masalah yang menimpa mata pencaharian yang sudah mereka tekuni sejak lama. Beberapa solusi diberikan oleh Prof. Indra, misalnya untuk mengatasi pemulihan kembali teripang dapat dengan membuat pagar-pagar dengan berbagai size.
Keesokan harinya tim ekspedisi melakukan Observasi dan penanaman instrument Data loger di beberapa Titik di sekitar kepulauan Wangi-wangi. Tim dibagi menjadi dua, berupa tim penyelam dan tim observasi. Tim penyelam yang bertugas menentukan site penyelaman di Liya dan Liyaonelaro mendapat beberapa kendala selama proses pencarian lokasi dimana sangat sulit mencari kedalaman sepeluh meter. Dikarenakan perairan wakatobi  terkenal dengan arus yang besar dan juga memiliki kedalaman hingga ribuan meter.
Tim kedua bertujuan untuk melakukan observasi tempat yang akan dijadikan sebagai stasiun lapang, yaitu di Rumah Pintar Suku Bajo. Rumah ini nantinya akan disimpan solar panel dan peralatan ekspedisi yang akan ditinggal kurang lebih selama satu tahu. Peralatan yang akan disimpan yaitu motiwali dan anemometer menggunakan power dari solar pannel.

Salah satu keunikan Suku Bajo adalah rumah-rumah mereka terletak di atas laut dan jika ingin mencapai pedesaan ini harus menggunakan speedboat kearah laut lepas.  Masih banyak lagi hal-hal menarik dari suku Bajo dan keseruan ekspedisi ini. Nantikan kisah selanjutnya J
Sunny Apriyani (MIT) /
Jihad
Redaksi Koran Kampus

Redaksi Koran Kampus

Lembaga Pers Mahasiswa
Institut Pertanian Bogor

Tambahkan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.