SEPATAGUNG: Sepatu yang Terintegrasi Alat Tanam Jagung (Foto: Dok. Redaksi) |
Mungkinkah alas kaki petani bisa diintegrasikan dengan alat tanam jagung? Pertanyaan itulah yang mengganggu pikiran Muhammad Shopia Ramdhan, mahasiswa Teknik Mesin dan Biosistem Institut Pertanian Bogor. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Ramdhan mengajak empat orang rekannya yang terdiri dari Via Mardiana, Yusuf Faizhal, Bayu Wicaksana, serta Nur Maghfiroh.
Bersama rekan-rekannya tersebut Ramdhan mencetuskan ide SEPATAGUNG. Begitu ditanya mengenai asal nama SEPATAGUNG, Ramdhan membenarkan SEPATAGUNG merupakan akronim dari Sepatu Jagung.
“Kita sebut Sepatu Jagung (SEPATAGUNG-red) karena ini sepatu yang dapat digunakan petani sekaligus sebagai alat tanam jagung. Jadi bukan sepatu biasa,” seloroh Ramdhan.
Bak gayung bersambut, ide yang diajukan dalam Pogram Kreativitas Mahasiswa (PKM) tersebut mendapat tanggapan positif dalam Monitoring dan Evaluasi (Munev) dan dinyatakan lolos Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XXVII.
“Kami tidak menyangka ide itu bisa masuk dalam jajaran peserta PIMNAS XXVII. Awalnya tujuan kami sederhana, ingin membantu petani. Hanya itu,” ujar Ramdhan pula. Ia menambahkan bahwa ide tersebut bisa muncul setelah melihat alat tanam jagung yang beredar saat ini atau yang dikenal dengan sebutan tugal masih belum memenuhi kriteria ergomonika.
“Alat tanam jagung yang banyak digunakan petani masih sangat tradisional. Sekalipun ada yang semi mekanis, itupun belum ergonomis. Contoh kendalanya adalah tidak handal pada lahan yang sempit dan biaya operasionalnya juga mahal,” jelas Ramdhan pula.
Melalui SEPATAGUNG, permasalahan tersebut terjawab. SEPATAGUNG merupakan sepatu kerja petani berbentuk sepatu boot dengan bagian tumit bertugal. “Mata tugal yang biasanya dibebankan ke tangan saat melubangi kami pindahkan ke ujung tumit. Ujung tumit merupakan bagian tubuh yang berfungsi menopang seluruh bagian tubuh, sehingga ada gaya tekan yang cukup besar untuk melubangi lahan,” papar Ramdhan.
Ramdhan menambahkan hal lain yang menjadi inovasi penting dari alat ini adalah tempat benih atau yang disebut hopper dibebankan pada bagian punggung. Diakui oleh Ramdhan, desain hopper ini jauh lebih ergonomis dibandingkan dengan hopper yang dibebankan ke tangan.
Sebelum akhirnya menjadi alat yang sekarang, Ramdhan mengaku SEPATAGUNG telah mengalami perubahan desain dari rancangan semula. “Hal ini karena ada beberapa penyesuaian dengan kondisi di lapangan dan kendala saat prototipe di uji coba,” kata Ramdhan.
Dalam PIMNAS XXVII mendatang Ramdhan dan teman-temannya berharap hasil apapun yang nanti mereka peroleh, SEPATAGUNG dapat terus membantu petani dalam meningkatkan produktivitas hasil panen. “Salah satu caranya, SEPATAGUNG memberikan efisiensi kerja yang lebih tinggi dibandingkan alat yang telah ada,” tutup Ramdhan.
David Pratama
Tambahkan Komentar