Donat yang sedang digoreng. Adonan yang dibuat harus dapat mengembang dengan sempurna |
Cita-cita sedari kecil untuk membuat donat yang lembut dan lezat menjadi motivasi tersendiri bagi Ratna, pemilik toko kue di Babakan Tengah. Donat, risol, dan kue soes yang dikomposisikan sesuai resep andalannya sudah tak asing lagi bagi mahasiswa IPB. Setiap harinya, 2000 donat dan 900 risol terjual habis dan beromset tiga juta rupiah. Bukan hanya masalah takaran tepung terigu dan gula yang menjadi rahasia larisnya kue-kue ini hingga tokonya selalu ramai dikunjungi, melainkan suasana hati saat memadukan semua bahan.
Meski sudah hampir 10 tahun menjalani rutinitas membuat kue, Ratna sesekali masih mengalami kegagalan. Mulai dari adonan yang tak kunjung mengembang hingga adonan yang terlalu mengembang. “Kalau gagal, adonan kue sebenarnya bisa ‘direparasi’,” ungkap Ratna pada Sabtu (15/3).
Akan tetapi, dua minggu lalu, Ratna sempat naik pitam karena ulah karyawannya yang berulang kali gagal membuat adonan yang sesuai. Tak hanya sekali dua kali adonan donat itu ‘direparasi’, tetapi empat kali sehingga adonan sebanyak tiga baskom mesti dibuang. Kinerja karyawannya ini dinilai buruk dan merugikan. Tak ada yang salah dengan komposisi adonan buatan si karyawan pun dengan cara pengolahannya. Bagi Ratna, faktor keberhasilan pembuatan kue tak hanya itu.
“Dia bikin adonannya sambil kesel-kesel dan mukanya masam, itu yang bikin gagal! Yang begini emang mendingan disuruh pulang aja,” tutur Ratna.
Prinsipnya, tak ada yang boleh membawa ‘masalah rumah’ ke tempat pengolahan kue. Kue yang dibuat harus dibubuhi rasa gembira karena percaya tidak percaya perasaan memengaruhi keberhasilan, matangnya kue. Hal ini sudah berulang kali terjadi. Bagi Ratna, makanan diciptakan untuk membuat orang bahagia. Oleh karena itu, sudah sepatutnya ia dan karyawannya turut berbahagia untuk membahagiakan orang.
“Kita mah harus bikin pakai cinta, Neng!” Ujar Ratna menutup perbincangan.
Hayah Afifah
Tambahkan Komentar