[Resensi] The Night Circus

(kiri) cover edisi bahasa Inggris. (kanan) cover edisi bahasa Indonesia

Judul               : The Night Circus
Penulis             : Erin Morgenstern
Penerjemah      : Berliani Mantili Nurgahani
Penerbit           : Mizan Fantasi (Penerbit Mizan)
Terbit               : Januari 2013
Tebal               : 610 halaman
 Sirkus itu muncul

Dengan tiba-tiba,

Tanpa pemberitahuan

Ketika nama ‘sirkus’ disebutkan, apa yang muncul di benak? Sirkus, dengan tenda yang sangat besar, bergaris merah dan putih, orang-orang menonton pertunjukan di dalam tenda. Apa yang dipertunjukkan? Akrobat, orang berjalan di tali, sulap, binatang-binatang buas. Apakah hanya itu? Mungkin makanan seperti popcorn dan semacamnya dijual. Menarik? Mungkin. Akan tetapi, bagi orang-orang seperti saya dan mungkin Anda, yang belum pernah menonton sirkus, dan juga tidak mudah terhibur, hal tersebut sangat membosankan. Saya tidak suka menonton sulap, atraksi hewan, dan trik-trik murahan lainnya. Akan tetapi, setelah membaca buku ini, saya sangat ingin menonton sirkus. Terutama sirkus di dalam buku ini, Le Cirque des Rêves.

Sirkus ini secara harfiah dapat disebut ‘Sirkus Impian’. Sangat berbeda dengan sirkus biasa yang membosankan. Di sini, pengunjung tidak duduk, menonton pertunjukan, lalu bertepuk tangan. Di Le Cirque des Rêves, pengunjung dihadapi berbagai macam tenda, banyak dan berbagai ukuran. Apakah tenda berisi Labirin Awan, Kolam Air Mata, khayalan-khayalan yang menjadi kenyataan, Pohon Permohonan, wanita cantik dengan gaun penuh untaian surat cinta dan lainnya. Setiap tenda begitu menakjubkan. Sirkus yang hanya buka malam hari dan tutup saat fajar menjelang, sangat disukai dan dinanti-nanti oleh setiap pengunjung. Akan tetapi, tidak ada yang dapat menebak kapan dan di mana munculnya sirkus ini. Sirkus muncul secara tiba-tiba.

Le Cirque des Rêves adalah gagasan dari seseorang yang terbiasa dengan dunia teater, tetapi lebih mengutamakan kesenangan pengunjung daripada pertunjukkan. Dari banyaknya kru sirkus, dan kelompok kecil dari penggagas tersebut, terdapat dua orang yang rupanya menjadikan sirkus sebagai arena tantangan. Celia Bowen, putri dari Prospero sang Pesulap melawan Marco Alisdair, murid dari musuh bebuyutan pesulap.  Marco sebagai asisten dari pemilik sirkus, sementara Celia, mendaftarkan dirinya sebagai sang Ilusionis. Taman Es, Pohon Permohonan, Kolam Air Mata, adalah contoh dari berbagai tenda yang mereka buat. Walau mereka sudah mengikuti dan mengerjakan apa yang pembimbing mereka perintahkan, mereka tetap tidak tahu peraturan, bagaimana cara kerja tantangan, dan bagaimana mengakhiri tantangan tersebut.

Di tengah kebingungan, mereka, yang terikat tantangan ketika mereka masih belum tahu apa-apa, merasa terbodohi dan dimanfaatkan. Kemudian mereka bertemu, saling berhadapan, dan hal tersebut makin pelik dengan rasa ketertarikan mereka satu sama lain.Mereka harus mengesampingkan tantangan mereka ketika orang-orang terpenting sirkus terbunuh satu-persatu. Rupanya tantangan yang mereka geluti, melibatkan sirkus dan orang-orangnya, terpaksa masuk dalam permainan tersebut.

Di lain pihak, Bailey, seorang bocah dari Concord, Massachusetts, biasa saja dan tidak menarik, terikat janji dengan seseorang istimewa dari dalam sirkus. Orang itu dapat memprediksi masa depan melalui bintang. Bailey berada pada masa depan dengan sirkus itu.

Erin Morgenstern menggambarkan sirkus begitu nyata dan mendetail, yang walaupun pembaca tahu mustahil sirkus tersebut ada, pembaca sangat menginginkannya ada. Dengan selingan-selingan bab yang memberikan pandangan orang pertama (pembaca), deskripsi diberikan secara mendetail sehingga pembaca merasa benar-benar megunjungi sirkus dan memasuki tenda satu-persatu. Ditambah ‘tulisan’ Frederick Thiessen, pembaca ikut jatuh cinta terhadap sirkus tersebut.

Tentu saja buku ini tidak hanya tentang sirkus. Penceritaan latar belakang Celia dan Marco, sekaligus membawa bagaimana terbentuknya kepribadian mereka hingga mereka tumbuh. Erin Morgenstern menyajikan peristiwa dan pembentukan karakter tersebut, dengan saling berhubungan, walau tidak ditulis secara jelas, pembaca dapat tahu bagaimana karakter Celia dan Marco. Begitu juga dengan karakter-karakter lainnya, bahkan yang minor sekalipun. Semuanya dapat dimengerti dengan tindakan-tindakan mereka yang dibawa dengan tidak terburu-buru.

Cerita ini tidak sesimpel bagaimana dua orang saling bermain, menjatuhkan dalam tantangan. Terdapat rasa kerjasama, saling terikat, kepercayaan dan cinta. Celia yang diperintahkan oleh ayahnya agar tidak percaya pada siapapun di sirkus, dia tidak dapat mematuhinya karena mereka sangat baik. Daripada menyikapinya sebagai seorang Ilusionis, mereka menganggapnya teman. Orang-orang tersebut, para penggagas sirkus tidak bersikap seperti rekan kerja, tetapi sebuah satu keluarga dan terus memikirkan cara-cara untuk menyenangkan hati pengunjung. Mereka semua secara harfiah juga saling terikat, berkat Marco yang ingin melindungi semuanya.Seseorang harus percaya pada diri sendiri, sekecil apapun dia, bahwa suatu saat dia dapat melakukan sesuatu yang besar. Itulah yang terjadi pada Bailey, seseorang yang tidak mempunyai kemampuan magis seperti orang-orang lain di sirkus, pada akhirnya sangat berperan penting. Perkembangan dan pembelajaran yang diberikan pada masing-masing karakter, membuat pembaca juga ikut belajar. Dan itu semua dibawakan sangat manis oleh Erin Morgenstern.

Dari semua aksi, keajaiban, dan misteri, terdapat drama dan cinta yang tidak dapat dihiraukan. Beberapa bab yang khusus bercerita tentang interaksi hanya antara Marco dan Celia, ketika mereka saling jatuh cinta, ketika mereka mendeklarsikan cinta mereka, membuat pembaca harus berpikir sejenak. Sejak kapan buku fantasi ini menjadi novel percintaan? Karena memang, cerita cinta yang dramatis antara Marco dan Celia dibawakan secara apik seperti tentang sirkus dan tantangannya. Begitu romantis tetapi tidak memuakkan.

Kekurangan dari novel ini? Saya kira tidak ada, dari penulisan dan pembawaan cerita. Kecuali, bagi pembaca yang sangat suka membaca dengan cepat, harus berpikir ulang metode mereka karena cerita ini mempunyai dua timeline. Satu adalah Marco dan Celia, dan satu lagi adalah Bailey. Setiap awal bab diberikan keterangan tempat dan waktu. Untuk menghindari kebingungan, pembaca sebaiknya tidak melewatkan keterangan tersebut. Saya sendiri harus membolak-balikkan halaman beberapa kali untuk memastikan tempat dan waktunya agar masuk akal ketika saya baca. Pada akhirnya kedua timeline tersebut menyatu.

Selain itu, ilustrasi kurang. Ini hanyalah kesalahan teknis dari penerbit, yang tidak menampilkannya. Pada buku aslinya (versi Inggris), beberapa ilustrasi telah dibuat dan memberikan sedikit kejelasan pada beberapa deskripsi. Akan tetapi, ilustrasi tersebut tidaklah terlalu banyak. Juga, sepertinya pembaca tidak terlalu perlu. Menurut saya, dengan minimnya ilustrasi, malah membuat saya lebih berimajinatif, tentang rupa sirkus dan juga rupa karakternya.

Untuk masalah teknis seperti bahasa terjemahan dan sebagainya, saya kira tidak ada. Penerjemah menerjemahkannya dengan baik dengan bahasa yang tidak seluruhnya kaku dan baku. Mudah diikuti dan dimengerti. Seperti membaca novel pada umumnya.

Secara keseluruhan, buku ini sangat layak untuk dibaca. Dari tanggal terbitnya, tentunya buku ini adalah baru. Akan tetapi, respon dari pembaca, dari seluruh dunia terutama, sangat baik. The Night Circus adalah kandidat Guardian First Book Award 2011,  memenangi Alex Award dalam American Library Association di 2012. Novel ini berada di The New York Times Best Seller List selama tujuh minggu, di posisi kedua dalam list fiksi hardcover. Rêveur, istilah dalam buku untuk menamai pecinta Le Cirque des Rêves, digunakan bagi mereka pecinta buku The Night Circus ini. Bahkan perusahaan film, Summit Entertainment, sudah mengantongi hak untuk memfilmkan buku ini.

Nahdah Sholihah

Redaksi Koran Kampus

Redaksi Koran Kampus

Lembaga Pers Mahasiswa
Institut Pertanian Bogor

Tambahkan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.