Desa adat di Jawa Barat memiliki berbagai potensi permasalahannya masing-masing. Divisi Eksplorasi Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) berhasil terjun langsung ke desa adat untuk menjelajahi hal tersebut. Pada 23 Juni 2024, divisi ini telah melaksanakan praeksplorasi di Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kota Bogor. Kegiatan ini merupakan langkah awal menuju eksplorasi, salah satu kegiatan yang ada di dalam program kerja, The 10th CONNECTION yang akan dilakukan pada Agustus 2024 mendatang. Tema yang diusung The 10th CONNECTION tahun ini yaitu Adaptability Against Challenge: Humanity and Environment Sustainability. Rencananya, kegiatan ini akan melahirkan beberapa keluaran (output) yang tidak hanya bermanfaat untuk tim, tetapi juga bermanfaat untuk para pembaca. Keluaran yang akan dihasilkan berupa aksi masyarakat, artikel, jurnal internasional, majalah, video, dan policy brief.
Kegiatan turun lapang pada praeksplorasi tidak hanya bertujuan untuk mengamati kondisi desa dan menguji kesiapan tim. Namun, juga mendapat kesempatan berbincang langsung dengan masyarakat asli Kampung Budaya Sindangbarang untuk mengulik desa adat lebih dalam. Kepala Adat Kampung Budaya Sindangbarang juga banyak bercerita kepada salah satu anggota tim divisi eksplorasi, Hannah Fawnia, mengenai sejarah penamaan Desa Pasir Eurih, asal usul masyarakat desa adat, budaya yang masih dilestarikan, dan fakta unik lain mengenai desa seperti pamali yang masih dipercaya masyarakat sekitar.
Menurut Kepala Adat Kampung Budaya Sindangbarang, desa adat ini mulai dibangun pada tahun 2006 dan diresmikan satu tahun setelahnya. Hal tersebut menjadikan Kampung Budaya Sindangbarang sebagai desa adat tertua di wilayah Bogor, Sukabumi, dan sekitarnya. Nilai adat dan budaya yang masih berlangsung hingga saat ini sangat banyak, salah satunya Seren Taun. Rangkaian Seren Taun di antaranya yakni upacara adat netepkeun, ngembang, dan pabeasan. “Dari segi keamanan dan keselamatan masyarakat, ada aturan adat yang dibuat khusus, contohnya itu penggunaan obat tradisional. Namun, masyarakat yang paham mengenai hal tersebut sudah jarang ditemui saat ini,” jelas Hannah. Walaupun begitu, generasi muda di sekitar Kampung Budaya Sindangbarang masih cukup aktif dalam melestarikan budaya.
Potensi permasalahan lain pada Kampung Budaya Sindangbarang yaitu perkembangan zaman. Ada beberapa nilai budaya yang tidak sesuai dengan nilai agama sehingga terjadi modernisasi atau penyesuaian budaya. Dukungan pemerintah terhadap pelestarian budaya di desa adat juga cukup rendah, hal itu menghambat Kampung Budaya Sindangbarang untuk memperkenalkan desa adat kepada khalayak.
“Harapannya kegiatan eksplorasi dan aksi masyarakat dapat memberikan dampak besar bagi masyarakat sekitar. Selain itu, juga dapat membantu perkembangan wisata lokal; memperkenalkan budaya baru kepada masyarakat; dan mengedukasi masyarakat yang tinggal di sekitar desa adat secara langsung. Kegiatan eksplorasi juga diharapkan dapat membantu anggota tim untuk belajar menerapkan ilmu yang telah didapatkan di bangku kuliah sebagai Mahasiswa Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,” tutup Dhiya, selaku Ketua Divisi Eksplorasi HIMASIERA.
***
Reporter: Nabila Farasayu Pamuji
Editor: Fairuz Zain
Tambahkan Komentar