Permasalahan yang dialami oleh anak-anak terindikasi HIV di rumah singgah adalah kurangnya kepercayaan diri untuk membuka status HIV kepada masyarakat. Untuk itu, Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKM-PM) Arch Strength yang diketuai oleh Faisal Rahman Nulhak (Biokimia 58) dan beranggotakan Fadhil Anwar (Gizi Masyarakat 59), Nadya Nurul Fatika (Fisika 58), Dea Syalwa Imelda (Fisika 58), dan Fera Amanda (Kimia 58), dengan didampingi Syaefudin, S.Si, M.Si., Ph.D. melakukan penelitian yang berjudul “Peningkatan Kepercayaan Diri Anak Terindikasi HIV dengan Metode Dialectical Behavior Therapy untuk Mempersiapkan Diri Anak dalam Pembukaan Status HIV”.
“Kenapa kita fokus pada kepercayaan diri? Berdasarkan cerita mitra, setelah mereka tahu dinyatakan positif HIV ternyata terdapat penurunan dari segi diri mereka, dimana mereka sudah tidak percaya diri lagi untuk hidup. Sehingga, mereka melakukan hal-hal yang bisa mengancam nyawa, seperti tidak mengonsumsi obat harus dikonsumsi. Dimana, keadaan mereka akan semakin memburuk.” ungkap Faisal.
Dialectical Behavior Therapy (DBT) merupakan teori konseling yang diterapkan kepada orang-orang yang cenderung melukai diri sendiri, parahnya hingga terdapat keinginan bunuh diri. Metode ini didasarkan pada empat pilar utama, yaitu mindfulness, esteem, distress tolerance, dan interpersonal effectiveness. Empat pilar utama tersebut dipilih berdasarkan empat tujuan utama, yakni mengurangi perilaku yang mengancam nyawa individu, mengurangi perilaku yang mengganggu konseling, mengurangi perilaku yang memengaruhi dan mengurangi kualitas hidup, serta meningkatkan keterampilan dalam berperilaku. Dalam penerapannya, Tim PKM-PM Arch Strength merealisasikan beberapa program hasil adaptasi dari metode DBT, seperti Strength to Start, Strength of Mindfulness, Strength of Esteem, Strength of Understanding, Strength of Defence, Strength of Action, dan Finish to Strength.
Selama tiga bulan, metode DBT ini diterapkan di rumah singgah dan mulai terdapat perubahan yang signifikan pada anak-anak. Dimana yang awalnya tertutup, sulit bersosialisasi, dan tidak mau tampil ataupun bercerita, kini menjadi lebih terbuka dan semakin antusias saat tampil, bercerita, bahkan berpendapat. Tidak hanya itu, anak-anak di rumah singgah pun menjadi akrab dengan para pengajar dan tim PKM-PM Arch Strength sendiri. Hal ini menunjukkan peningkatan pada rasa kepercayaan diri mereka.
Keberhasilan tersebut tidak hanya disebabkan oleh faktor dukungan keluarga, melainkan juga faktor mitra serta faktor pengajar. Selain itu, tim PKM-PM Arch Strength menggunakan jenis pengamatan kuantitatif dan kualitatif dalam mengukur tingkat keberhasilan metode DBT ini. Pada pengamatan kuantitatif, mereka menggunakan pre-test dan post-test untuk mengukur seberapa jauh pemahaman anak-anak terhadap materi yang disampaikan,. serta metode Strength of Action untuk menilai sikap dan keterampilan pada pengamatan kualitatif.
Harapannya, setelah metode DBT ini diterapkan anak-anak di rumah singgah semakin percaya diri untuk tampil maupun bercerita tentang apa yang mereka rasakan, agar mereka dapat tumbuh menjadi anak-anak yang bermanfaat bagi masyarakat. Tim PKM-PM Arch Strength pun berharap agar metode DBT ini dapat terus diterapkan di rumah singgah, dimana mereka sudah mempersiapkan multi stake holder seperti mengadakan training of trainers bagi para pengajar di rumah singgah, serta bekerja sama dengan dinas-dinas terkait seperti dinas kesehatan, dinas sosial, DP3P2KP maupun organisasi mahasiswa Crebs untuk lebih fokus dan menyebarluaskan permasalahan HIV. Sehingga, program DBT bisa diterapkan di komunitas yang memiliki masalah yang sama.
***
Reporter: Yozadhena Kayla Putri Pembayun
Editor: Fairuz Zain
Tambahkan Komentar