Perilaku pelecehan seksual di kalangan mahasiswa belakangan ini ramai diperbincangkan usai kasus kelainan seksual yang terjadi di Surabaya beberapa waktu lalu. Menurut Peraturan Senat Akademik Institut Pertanian Bogor Nomor 33/SA-1PB/P/2019, perilaku seksual menyimpang merupakan perilaku seksual yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan yang mencakup perzinaan, kekerasan seksual, pelecehan seksual, Lesbian-Gay-Bisexual-Transgender (LGBT).
Terkait kasus penyimpangan seksual yang terjadi di lingkungan IPB telah dilakukan upaya-upaya pencegahan dan penanganan. IPB sendiri telah memiliki dasar hukum yang membahas kasus-kasus penyimpangan seksual yaitu Peraturan Rektor IPB University 13/13/KM 2015 serta yang terbaru Peraturan Senat Akademik IPB Nomor 33/SA-1PB/P/2019.
“Tindakan-tindakan yang kita lakukan sifatnya itu mulai dari yang sifatnya preventif, promotif, edukatif, dan yang terakhir tentu adalah tindakan. Tindakan itu bisa termasuk dalam artian memberikan sanksi bagi pelaku dan tindakan-tindakan perlindungan yang muncul akibat dari adanya perilaku-perilaku seksual yang menyimpang,” jelas Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si selaku Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan dalam Webinar Peran Perguruan Tinggi dalam Pencegahan Perilaku Seksual Menyimpang-DGB IPB (13/8).
Terdapat banyak kegiatan dalam program pendidikan dan kemahasiswaan yang berisi substansi-substansi atau materi yang menekankan pentingnya menjaga keimanan serta sosialisasi dan membuka wawasan bagi mahasiswa dalam hal pencegahan perilaku seksual menyimpang. Salah satunya adalah kewajiban untuk tinggal di asrama selama 1 tahun bagi mahasiswa baru IPB untuk pembentukan karakter individu.
Lebih lanjut dalam hal penanganan perilaku seksual menyimpang, ada empat upaya yang dilakukan IPB, meliputi; (1) Menerapkan sistem penanganan penyimpangan sosial dan seksual kepada civitas akademika; (2) Melaporkan tindakan kriminal dari penyimpangan sosial dan seksual kepada pihak berwajib; (3) Melakukan pelayanan bimbingan dan konseling; (4) Memberikan perlindungan kepada korban dan pelapor penyimpangan sosial dan seksual.
Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si menambahkan bahwa tujuan dalam melakukan pencegahan dan penanganan bukan untuk menghukum pelaku. Ia menjelaskan, yang terpenting adalah bagaimana meluruskan kembali perilaku-perilaku yang menyimpang menjadi tidak menyimpang. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sifatnya sudah kriminal perlu dilakukan tindakan tegas.
Diperlukan suatu badan yang memiliki moralitas, integritas, dan kapabilitas serta dengan mekanisme yang akuntabel untuk menegakkan etika akademik dan kehidupan bermasyarakat. Sehingga terbentuklah komisi etik baik ditingkat IPB maupun fakuktas yang tugasnya melakukan penelusuran, pemeriksaan, verifikasi, dan memberikan rekomendasi tindakan apa yang akan dilakukan.
Perilaku penyimpangan seksual di lingkungan IPB yang masih dapat ditolerir akan diberikan pendekatan yang sifatnya mengedukasi untuk meluruskan ataupun diberikan sanksi ringan dan sedang. Akan tetapi, jika pelanggaran yang dilakukan tergolong berat maka akan dilakukan sanksi berupa skorsing maupun dikeluarkan (DO) dari IPB.
Ilustrator: Errizqi Dwi Cahyo
Editor: Putri Arum Puspitasari
Tambahkan Komentar