Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) adalah sebuah inovasi kebijakan yang diluncurkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk mentransformasi sistem pendidikan tinggi di Indonesia agar menghasilkan lulusan yang lebih relevan (Kemendikbud 2020). Program ini tentunya ramai diminati oleh mahasiswa setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan program MBKM dinilai revolusioner bagi pendidikan di Indonesia dan memberikan banyak keuntungan bagi mahasiswa yang mengikutinya. Bagaimana tidak, program MBKM ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mengasah kemampuan sesuai bakat dan minat dengan terjun langsung ke dunia kerja. Banyak mahasiswa menganggap program ini memiliki dampak yang sangat menguntungkan untuk sebagai persiapan karier di masa depan.
Dalam penerapannya, mahasiswa memiliki kesempatan untuk menempuh pembelajaran di luar program studi selama satu semester (setara dengan 20 SKS) di perguruan tinggi yang sama. Selain itu, mereka juga dapat belajar hingga dua semester (setara dengan 40 SKS) di program studi yang sama di perguruan tinggi lain, di program studi berbeda di perguruan tinggi lain, dan/atau melalui pembelajaran di luar perguruan tinggi. Dengan MBKM, mahasiswa memiliki kebebasan untuk memilih kegiatan apa yang akan mereka ambil untuk mengembangkan diri sekaligus memenuhi SKS, sehingga kegiatan mahasiswa tidak terbatas hanya pada mata kuliah di jurusan masing-masing.
Program-program menarik yang terdapat di MBKM di antaranya adalah program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM), Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB), Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA), Kampus Mengajar, Riset atau Penelitian, Proyek Kewirausahaan, Proyek Kemanusiaan, dan Proyek Membangun Desa atau Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-T). Program-program inovatif ini tentunya bisa menjadi wadah yang baik bagi mahasiswa untuk berburu pengalaman sebanyak mungkin.
Di sisi lain, ternyata popularitas program MBKM ini mengakibatkan redupnya minat mahasiswa terhadap Organisasi Mahasiswa (Ormawa) yang ada di kampus. Berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh BEM KM FMIPA UGM, minat berorganisasi mahasiswa terbukti menurun, karena mahasiswa lebih memilih untuk mengikuti kegiatan yang relevan dengan studi. Belakangan ini, muncul pandangan bahwa relevansi ormawa semakin tergerus oleh Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), karena MBKM dianggap lebih bermanfaat dibandingkan Ormawa yang dinilai memberikan dampak kurang signifikan (kompasiana.com).
Sepinya peminat pada Ormawa menyebabkan timbulnya permasalahan seperti kekurangan anggota aktif, penurunan rekrutmen anggota baru, perombakan pengurus inti, tersendatnya program kerja sehingga tidak berjalan sebagaimana mestinya, dan masalah organisasi lainnya yang kemudian, secara berkelanjutan berdampak pada ketidakmaksimalannya kontribusi, regenerasi, hingga kaderisasi dalam masing-masing organisasi. Namun pertanyaannya, apakah benar MBKM tersebut merupakan ancaman bagi Ormawa?
Pada hakikatnya, Ormawa maupun MBKM memiliki kelebihannya masing-masing. Ormawa membantu mahasiswa untuk mengembangkan soft skills seperti kepemimpinan, komunikasi, kerja sama tim, manajemen waktu, dan keterampilan interpersonal lainnya. Keterlibatan dalam Ormawa melatih mahasiswa untuk bekerja dalam kelompok, memimpin proyek, dan berinteraksi dengan berbagai tipe orang. Bergabung dengan Ormawa dapat memperluas jaringan sosial mahasiswa, baik di dalam kampus maupun di luar kampus. Mahasiswa dapat membangun relasi yang bermanfaat untuk karier mereka di masa depan.
Sedangkan MBKM memberikan fleksibilitas bagi mahasiswa untuk merancang pembelajaran mereka sendiri sesuai dengan minat dan kebutuhan. Program MBKM dapat membantu mahasiswa untuk menentukan minat dan bakat serta mempersiapkan diri untuk memasuki dunia kerja. Melalui magang atau proyek independen, mahasiswa dapat membangun portofolio yang dapat meningkatkan daya saing mereka di pasar kerja.
Lantas, bagaimana solusi bagi Ormawa yang merasa terancam dengan kehadiran MBKM? Tentunya Ormawa sekarang harus bertransformasi dalam menjalankan organisasi dengan tata kelola organisasi yang jadi lebih modern serta dapat menjawab tantangan zaman yang ada. Penting untuk menghapus budaya feodal yang kadang masih melekat dalam organisasi mahasiswa, karena hal ini bisa menurunkan minat orang untuk mendaftar. Langkah ini diperlukan untuk memperbaiki citra organisasi mahasiswa.
Hal yang paling penting dalam proses transformasi ini adalah dukungan penuh dari kampus untuk pengembangan Ormawa. Seperti yang telah diaplikasikan oleh IPB University, partisipasi dan keaktifan mahasiswa dalam Ormawa dapat dipertanggungjawabkan dan dikonversi menjadi SKS dengan binaan dosen. Sistem konversi SKS ini tidak hanya memberikan insentif bagi mahasiswa untuk aktif dalam Ormawa, tetapi juga memberikan pengakuan akademik terhadap pengalaman dan keterampilan yang diperoleh selama berorganisasi. Adanya proses pengawasan dan binaan dari dosen ini secara tidak langsung mengkoordinasi Ormawa menjadi lebih terorganisasi dan profesional, sehingga citra Ormawa pun juga menjadi sangat baik. Semoga Ormawa kampus-kampus lain segera turut serta menerapkan sistem ini.
Ormawa juga harus melaksanakan program kerja berbasis Human-Centered Design dengan terlebih dahulu mencari tahu apa yang dibutuhkan oleh anggota dan penerima manfaat. Lakukan asesmen dan penelitian yang mendalam agar memperoleh referensi yang banyak dan akurat. Hindari mengulang program yang sudah ada karena bisa jadi program tersebut sudah tidak relevan. Bangun sistem kerja yang jelas dan memberdayakan, hindari rapat yang terlambat hingga tengah malam. Buatlah job desk atau tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang rinci, berikan ruang bagi anggota untuk berpendapat, dan pastikan ada target yang jelas.
Pada akhirnya, keputusan untuk mengikuti MBKM atau Ormawa bergantung pada prioritas masing-masing individu. Beberapa mahasiswa bahkan memilih untuk terlibat dalam MBKM dan Ormawa sekaligus, meskipun ini tentu membutuhkan lebih banyak waktu dan tenaga serta menantang kemampuan manajemen waktu mereka. Maka dari itu MBKM bukan masalah bagi ormawa itu sendiri sebab MBKM dan ormawa memiliki segmentasi pasar yang berbeda. Perlu diperhatikan bahwa MBKM tentu tidak bisa menampung jumlah mahasiswa yang sangat banyak. Organisasi mahasiswa yang tersebar di tingkat universitas, fakultas, dan jurusan dengan jumlah yang sangat banyak serta fokus yang spesifik dapat menjadi wadah bagi lebih banyak mahasiswa yang ingin berkembang, terutama bagi mereka yang tidak mengikuti MBKM.
***
Penulis: Diana Rahmawati Pinandita
Referensi:
- https://www.kompasiana.com/ramabaskaraputraerari/64893d6f4addee32431e6762/apakah-mbkm-mengancam-organisasi-mahasiswa
- https://www.instagram.com/bemkmfmipaugm/p/C7yGE7hytiT/?img_index=3
Tambahkan Komentar