Media sosial kini memiliki peran penting di masyarakat. Penggunaan media sosial sebagai sarana interaksi, penyebaran infomasi, hingga bisnis sudah menjadi kebutuhan yang tidak dapat dielakkan. Hal ini tentu memberikan dampak yang sangat besar terhadap perkembangan di segala sektor. Tidak dapat dipungkiri, penggunaan media sosial sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Namun, tidak semua masyarakat memanfaatkan media sosial dalam kesehariannya.
Hal ini disampaikan oleh Dr. Annisa Utami Seminar, S.IP, M.SI, dosen Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB University. “Tidak semua orang merasakan dampak penggunaan media sosial. Ada beberapa orang yang tidak mempermasalahkan untuk tidak menggunakan media sosial dalam kesehariannya. Kembali lagi tergantung individu bagaimana menyikapi dan memanfaatkan media sosial,” ungkapnya saat wawancara via telepon pada Juli lalu.
Penggunaan media sosial tentu berkaitan dengan sikap orang dalam penggunaannya. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Microsoft sepanjang 2020, Indonesia menempati peringkat teratas sebagai warganet paling tidak sopan di Asia Tenggara. Menanggapi hal tersebut, Dr. Utami mengungkapkan bahwa hal tersebut bukan lagi perihal masalah perkembangan teknologi, tetapi sudah menjadi watak masyarakat Indonesia.
“Hal ini menjadi refleksi dan semakin memperlihatkan penetrasi teknologi tidak sejalan dengan kedewasaan penggunanya. Ini tidak lagi menjadi masalah perkembangan teknologi, tetapi berdasar pada cara berkomunikasi masyarakat yang menganggap tidak sopan itu adalah hal wajar,” ujarnya. Masyarakat perlu untuk menerapkan dan membentuk cara berkomunikasi yang mengutamakan empati dengan baik. Penerapan tata krama berkomunikasi dengan baik tentu tidak hanya harus diterapkan di dunia nyata, tetapi juga di dunia maya.
Pemanfaatan media sosial sebagai sarana komunikasi tentu akan menimbulkan celah dalam penggunaannya. Menurut Dr. Utami, kegiatan berinteraksi melalui platform apa pun, baik secara langsung ataupun melalui media sosial akan selalu terdapat kesalahan informasi. “Sama seperti ngobrol sama tetangga, pasti tetap akan ada kesalahan informasi yang beredar.” Hoax merupakan salah satu bentuk kesalahan informasi yang paling sering terjadi.
Menanggapi hal tersebut, Dr. Utami menekankan untuk menyikapi dengan bijak setiap informasi yang diterima. Seseorang dapat memilih untuk setuju dan menyebarkan persetujuan atau kita bisa memilih diam dan lebih bijak untuk tidak menyebarkan informasi ke orang lain. “Setiap orang tentu memiliki sudut pandang yang berbeda. Apa yang menurut kita baik dan benar, belum tentu baik dan benar bagi setiap orang. Ini berakar dari masalah emosi yang harus dikendalikan dalam menyikapi segala informasi yang diterima,” ungkap Dr. Utami.
Menurut Dr. Utami, salah satu langkah untuk mengawal perkembangan media sosial adalah dengan meningkatkan literasi digital. Literasi digital berperan penting dalam memerangi berbagai kasus penyalahgunaan informasi. Literasi digital merupakan pengetahuan serta kecakapan pengguna dalam memanfaatkan media digital sebagai sarana komunikasi dan interaksi. Setiap informasi yang kita terima perlu untuk dikonfirmasi kebenarannya berdasarkan sumber yang terpercaya serta dapat dipertanggungjawabkan.
Perlu adaptasi bagi masyarakat untuk tidak tergesa-gesa dalam menyebarkan informasi, serta mengecek dan memastikan apakah informasi tersebut layak untuk disebarluaskan. Kebijaksanaan penting untuk diterapkan di berbagai hal, tidak terkecuali dalam penggunaan media sosial. Sebagai seorang mahasiswa, penting untuk menerapkan bijaksana dalam bermedia sosial, khususnya dalam lingkup pendidikan.
“Saya rasa panduan bagaimana cara untuk bijak bermedia sosial sudah ada di mana-mana, baik itu dari Kominfo maupun dari sumber lainnya. Tetapi yang perlu ditekankan, selain mengecek kebenaran informasi adalah bagaimana mengontrol emosi ketika ingin membagikan informasi yang tidak bersumber dari kita sendiri. Kita perlu ingat bahwa kita juga bertanggung jawab ketika menyebarkan informasi dari orang lain, walau informasi tersebut benar menurut pendapat kita. Jangan lepas tanggung jawab apabila ternyata informasi tersebut salah, mengundang debat, atau menyinggung perasaan orang lain. Tidak semua hal bisa dibagikan, apalagi terkadang informasi yang diterima itu basisnya adalah pendapat,” jelasnya.
Dr. Utami turut menjelaskan pentingnya waktu untuk berpikir sejenak dalam mencerna informasi yang diterima, apakah informasi yang dibagikan akan memberikan dampak negatif atau positif. Hal ini harus lebih diperhatikan dan diterapkan agar tidak terjadi kesalahan informasi serta terwujudnya bijaksana dalam bermedia sosial.
Reporter: Muhammad Afif
Ilustrator: Rahmadilla Putri Antoni
Editor: Ikfanny Alfi Muhibbah Shalihah
Tambahkan Komentar