Selangkah lagi menuju hari kemenangan bagi umat Islam, Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah jatuh pada tanggal 31 Maret 2025, tepatnya hari Senin yang akan datang. Momentum raya ini membawa kebahagiaan bagi segenap umat Islam di dunia terutama di Indonesia. Ramai cerita di berbagai media sosial mengenai kirim-kiriman hamper atau bingkisan yang berisi macam-macam barang dan makanan. Biasanya, hamper ini dikirim oleh seseorang atau instansi untuk keluarga, teman, atau relasi sebagai tanda kasih, penghormatan, atau sekadar hadiah. Yang bikin makin menarik, kemasannya super cantik dengan wadah elegan dan estetik.
Tapi, apakah teman-teman tau bahwa tradisi mengirim bingkisan ini sudah ada sejak dulu dengan bentuk yang sangat berbeda?
Di Jawa Barat, sejak tahun 1900-an, ada satu tradisi di kalangan masyarakat Sunda yang dilakukan menjelang hari Raya Idul Fitri atau lebaran yang serupa dengan tradisi saling mengirim hamper pada masa kini. Tradisi itu dikenal dengan sebutan nganteuran. Nganteuran sendiri berasal dari kata anteur, bahasa Sunda yang artinya antar. Jadi nganteuran bisa diartikan mengantar.
Lima hari menjelang Lebaran, biasanya masyarakat akan diramaikan dengan aktivitas, seperti para tetangga yang berlalu-lalang menghantarkan beberapa nampan ataupun rantang sederhana yang berisi aneka sajian hidangan khas Lebaran seperti sayur opor, ketupat, sambal goreng kentang, dan juga kue kering untuk melengkapi meja tamu. Hidangan ini umumnya ditempatkan dalam rantang bertingkat yang dapat berisi satu jenis makanan atau beragam menu, menyesuaikan pada apa yang telah disiapkan oleh keluarga. Istimewanya, semua makanan ini disiapkan dengan penuh cinta dan ketulusan, sehingga memperkaya makna tradisi ini. Dalam semangat berbagi ini, rantang yang dikirimkan seringkali tidak kembali dalam keadaan kosong, yang artinya tradisi nganteuran ini mencerminkan nilai saling berbagi.
Dalam pelaksanaannya, tradisi nganteuran melibatkan tiga elemen utama. Pertama, individu atau keluarga yang memiliki makanan berlebih dan bersedia berbagi dengan sesama. Kedua, barang atau hantaran yang diberikan, biasanya berupa makanan. Ketiga, penerima hantaran umumnya adalah tetangga, kerabat, atau mereka yang membutuhkan.
Cukup sederhana jika dibandingkan dengan hamper Lebaran yang dikirimkan oleh masyarakat di zaman modern, namun maknanya lebih dari sekedar tanda kasih, nganteuran juga menjadi wujud kehangatan dan mempererat tali silaturahmi antar warga di Jawa Barat. Tradisi nganteuran ini mengandung nilai-nilai gotong royong, kebersamaan, dan kepedulian sosial. Nganteuran juga menjadi simbol rasa syukur masyarakat dan saling berbagi kebahagiaan dengan sekitarnya di Hari Raya.
Lebih dari sekadar berbagi makanan, nganteuran mampu mempererat hubungan antarwarga dan menciptakan rasa saling menghargai dan menghormati. Selain itu, dalam beberapa daerah, tradisi ini sering dilakukan pada momen-momen tertentu, seperti hari besar keagamaan, hajatan, atau ketika seseorang memiliki rezeki lebih. Dengan demikian, nganteuran menjadi bagian dari budaya lokal yang memperkuat solidaritas sosial dan keharmonisan dalam kehidupan bertetangga.
Di era modern ini, tradisi nganteuran mulai tergerus oleh zaman. Kepadatan jadwal dan hiruk-pikuk aktivitas masyarakat kota terutama yang membuat tradisi ini semakin hilang semaraknya. Kemajuan teknologi dan modernisasi juga seolah menambah benteng yang membatasi kehangatan dalam setiap sentuhan pada Hari Raya Idul Fitri.
Sebagai kawula muda, kita memiliki tanggung jawab untuk bisa melestarikan tradisi yang tersebar di kehidupan masyarakat Indonesia. Nganteuran bukan hanya tentang berbagi makanan, tetapi juga mempererat hubungan sosial dan menanamkan nilai kebersamaan. Di tengah perubahan zaman, kita dapat melestarikan tradisi ini dengan mengadaptasikannya ke dalam kehidupan modern, menjaga makna yang tetap utuh dan selaras dengan perkembangan zaman sehingga tradisi nganteuran ini dapat terus diwariskan kepada generasi mendatang.
***
Reporter: Asni Kayla Azzahra, Najwa Aulia Nurul Fadilah
Editor: Nabila Farasayu Pamuji
Ilustrator: Muhammad Hayyi Ghiats Al Haq
***
Referensi
– CIGURIANG, KAMPUNG DOBI DALAM INGATAN #23: Nganteuran, Tradisi Lebaran Perlahan Hilang
– Nganteuran dan Munjung, Tradisi Berbagi Makanan Jelang Idul Fitri
– Nganteuran: Tradisi Leluhur untuk Memelihara Keharmonisan Bertetangga
– Nganteuran, Tradisi Masyarakat Sunda sebelum Lebaran
– Nganteuran, Tradisi Masyarakat Sunda Menjelang Lebaran yang Mulai Tergerus Zaman
Tambahkan Komentar