Mengenal Hero Saharjo, Guru Besar Fahutan di Balik Analisis Kerugian Korupsi Timah 271T

Di balik pengungkapan kerugian negara sebesar Rp271 triliun akibat korupsi tata niaga timah ilegal di wilayah tambang Bangka Belitung periode 2015-2022 yang kini menjadi perbincangan hangat masyarakat, terdapat sosok yang mendedikasikan keahliannya untuk mengungkap dampak lingkungan yang masif tersebut. Prof. Dr. Bambang Hero Saharjo, M.Agr., Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB), dipercaya oleh Kejaksaan Agung untuk menganalisis kerugian ekologis dalam kasus ini. Dengan reputasinya sebagai ahli forensik kebakaran hutan dan pengalaman luas sebagai saksi ahli dalam berbagai kasus lingkungan, Prof. Bambang dianggap memiliki kompetensi untuk memberikan analisis yang kredibel dan ilmiah.  

 

Pendidikan, Prestasi dan Pengakuan Internasional yang diraih oleh Prof. Dr. Bambang Hero Saharjo, M.Agr.

Guru Besar yang menempuh Pendidikan Master (S2) Divisi Pertanian Tropis (Division of Tropical Agriculture) Kyoto University pada tahun 1996 dan melanjutkan jenjang S3 di Laboratorium Tropical Forest Resources and Environment, Division of Forest and Biomaterial Science Kyoto University tahun 1999 ini, telah menerima penghargaan Best Academic Achievement Award atas capaian luar biasanya dalam riset terkait. Tak hanya itu, penghargaan John Maddox Prize (2019) yang diterimanya di London menjadi bukti nyata dedikasinya dalam melawan kesalahpahaman tentang kebakaran hutan, sebuah pengakuan prestisius yang jarang diterima oleh akademisi Asia. Meskipun aktif melakukan penelitian penting yang didukung oleh lembaga internasional terkemuka seperti NASA, termasuk studi emisi gas rumah kaca akibat kebakaran gambut, beliau tetap membimbing ratusan mahasiswa dari berbagai jenjang sebagai Guru Besar di IPB.

 

Jumlah Kerugian yang dialami Negara akibat Kasus Korupsi Timah menjadi Awal Perdebatan Panjang hingga Berujung Pelaporan ke Polisi

Perhitungan ini merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014, yang mengatur metode penilaian kerugian akibat pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Hasil analisis ini menunjukkan adanya kerusakan lingkungan yang masif, yang kemudian menjadi dasar dalam penentuan kerugian negara. Namun, perhitungan ini tetap menimbulkan kontroversi dan perdebatan di kalangan publik dan pakar hukum terkait metodologi dan dasar hukum yang digunakan. Beberapa pakar hukum lingkungan berpendapat bahwa kerugian lingkungan tidak dapat langsung dikonversi menjadi kerugian negara dalam konteks tindak pidana korupsi, melainkan ditangani melalui mekanisme pemulihan lingkungan, bukan sebagai kerugian finansial negara. 

Di sisi lain, Kejaksaan Agung menegaskan bahwa perhitungan kerugian lingkungan ini sah dan relevan dalam kasus korupsi, mengingat dampak kerusakan yang ditimbulkan signifikan terhadap ekosistem dan perekonomian daerah sehingga dapat dianggap sebagai bentuk kerugian negara yang harus dipertanggungjawabkan secara pidana. Bahkan berdasarkan perhitungan oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) melalui hasil verifikasi dan pengamatan citra satelit pun negara terhitung telah mengalami kerugian sebesar 300 triliun.

Konflik terkait jumlah kerugian yang dialami oleh negara akibat kasus korupsi tata niaga timah ilegal ini bermula dari banyaknya perdebatan terkait metode yang digunakan dalam penghitungan yang memanfaatkan citra satelit yang dianggap tidak akurat karena tidak didukung analisis yang lebih mendalam oleh beberapa pihak. Hal tersebut membuat penggugat mempertanyakan validasi data yang digunakan. Kritik lain yang muncul yaitu kurangnya keterlibatan ahli lain dengan bidang yang relevan pada bidang ekonomi.

Kontroversi semakin memanas ketika Prof. Bambang dilaporkan ke Polda Bangka Belitung atas tuduhan memberikan keterangan palsu dalam sidang kasus korupsi timah. Ia membantah tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa dirinya telah memastikan mengikuti semua persyaratan sebelum menentukan nilai kerugian karena semua perhitungannya didasarkan pada kondisi di lapangan. Pihak Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung juga telah memverifikasi bahwa usaha perhitungan yang dilakukan Prof. Bambang sudah sesuai kompetensi yang berlaku. 

Berdasarkan pernyataan tersebut, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menilai bahwa pelaporan Prof. Bambang ke polisi merupakan langkah yang salah. Gugatan yang diajukan justru terlihat seperti pembungkaman dan juga pengecohan untuk melarikan diri dari tanggung jawab yang seharusnya. Hal ini juga yang membuat kepercayaan publik terhadap hukum di Indonesia semakin dipertanyakan, sehingga diperlukannya kerangka hukum yang lebih jelas dan komprehensif untuk memastikan bahwa kerugian lingkungan dapat diakomodasi secara tepat dalam proses penegakan hukum agar terwujudnya keadilan bagi lingkungan dan masyarakat.

***

Reporter: Claranita Rossi, Masayu Nayla Shakufa, Najwa Nabila

Editor: Diana Rahmawati Pinandita

Sumber Foto: ipb.ac.id

 

Referensi

Profil Bambang Hero: Guru Besar Kehutanan IPB, Kenyang Gugatan karena Ungkap Kerusakan Lingkungan

Jikalahari Tegaskan Serangan Terhadap Prof Bambang Hero Tersruktur dan Sistematis

Salah Kaprah Korupsi 271 Triliun: Kerugian Negara atau Kerugian Lingkungan? – LK2 FHUI

Mengenal Prof Bambang Hero Saharjo, Penerima Penghargaan Internasional John Maddox

Sosok dan Prestasi Bambang Hero: Guru Besar IPB Dituding Salah Hitung Kerugian Negara Rp 271 Triliun Korupsi Timah

Ahli Kehutanan Bambang Hero Saharjo Digugat Terkait Korupsi Timah Rp271 Triliun, Intip Profilnya

Mengenal Bambang Hero, Ilmuwan Indonesia yang Raih John Maddox Prize 2019

Kronologi Guru Besar IPB Bambang Hero Saharjo Dilaporkan Polisi, Buntut Perhitungan Kerugian Negara Rp271 Triliun

Redaksi Koran Kampus

Lembaga Pers Mahasiswa
Institut Pertanian Bogor

Tambahkan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.