Bukan Sekedar Perayaan Satu Hari, Gema Suara Perempuan Tak Pernah Berhenti

Kala April tiba dan hari ke-21 menampakkan dirinya di penanggalan, terselip sesuatu yang istimewa dibalik hari tersebut. Bukan tentang memakai kebaya dan konde, bukan pula tentang unggahan swafoto dalam balutan kain batik, tetapi tentang bagaimana perempuan akhirnya dapat membawa perubahan. Hari Kartini sejatinya menjadi momen kontemplasi, bagaimana implementasi nyata semangat Kartini dalam kehidupan perempuan di masa kini.

Di tengah banyaknya tantangan di dunia ini, semangat Kartini dapat hidup dalam wujud baru. Tidak harus dengan aksi yang besar, tindakan kecil pun bisa mewujudkan semangat Kartini. Di antara hingar bingar lorong kampus, di tengah forum diskusi, di balik layar laptop, ataupun hanya sekedar di sudut kamar yang hening— perempuan kini memiliki ruang yang lebih luas untuk ikut bergerak. 

Sebagaimana yang disampaikan oleh Aghnia Azrina Azkia, seorang mahasiswi IPB University, di mana dirinya mengungkapkan bahwa hasil perjuangan Kartini terasa nyata dalam kehidupan perempuan di masa kini dalam mengemban pendidikan. “Jika beliau tidak memperjuangkan pendidikan pada saat itu, mungkin saja kita tidak bisa menjadi mahasiswa sekarang ini,” ungkap Aghnia. Nyata terasa perjuangan R. A. Kartini lebih dari sekedar melawan ketidakadilan, melainkan juga membuka jalan bagi mimpi-mimpi mereka yang sengaja dikubur dalam ruangan gelap.

Fotografer: Mahesa Juli Aksyah

Mimpi-mimpi tersebut kini bisa kembali memainkan perannya di panggung masing-masing, sehingga penting sekali untuk menjaga warisan perjuangan dari R. A. Kartini. Aghnia pun menyoroti, “Perempuan di zaman sekarang sudah enak karena sudah mendapatkan hasil yang sudah diperjuangkan oleh R. A. Kartini. Maka dari itu, kita sebagai mahasiswi harus terus berjuang, mempertahankan apa yang telah diusahakan oleh beliau.” Kini, tanggung jawab kita sebagai mahasiswi dan sebagai perempuan untuk meneruskan hasil dari perjuangan yang panjang itu— tak hanya mengenang, tetapi meneruskannya dengan kesadaran dan juga aksi nyata.

Aghnia juga membagikan pandangannya dalam memaknai ungkapan legendaris “Habis Gelap Terbitlah Terang.” Bagi Aghnia, ungkapan legendaris tersebut bukan semata-mata warisan kata, tetapi bisa menjadi cahaya yang tak pernah padam bagi siapapun yang masih tersesat dalam ragu yang silam. Cahaya itulah yang akan menjadi harapan dan menuntun setiap langkah-langkah kecil perempuan Indonesia. Namun, terang bukan hadiah instan, terang juga butuh disulut kembali, dan dijaga agar tidak padam lagi. Meski semuanya sudah mengalami perubahan, tetapi lain halnya dengan pemikiran, tidak semua pemikiran ikut bergerak. “Masih ada beberapa juga pemikiran orang yang masih kolot, di mana pemimpin itu harus laki-laki dan hal inilah yang harus kita ubah,” tegas Aghnia. 

Pendapat lain terhadap perayaan hari Kartini juga disampaikan oleh Karima Nur Maulida, salah satu mahasiswi IPB University. Karima memandang R. A. Kartini sebagai panutannya karena telah berhasil menjadi pelopor bagi kebangkitan perempuan pribumi pada masa itu. Sosok R. A. Kartini yang tenang, cerdas, dan keinginan berjuang tinggi mampu melahirkan karya-karya yang luar biasa. Faktor utama dari pergerakan yang dilakukan oleh R. A. Kartini adalah situasi saat itu menggambarkan bahwa perempuan masih dianggap rendah, terutama perempuan pribumi. Stigma yang beredar di masyarakat kala itu adalah orang luar dianggap lebih besar dan tinggi dibandingkan dengan pribumi. Sehingga, R. A. Kartini merasa tidak terima dengan stigma yang telah beredar, terlebih lagi beliau juga merupakan perempuan pribumi. R. A. Kartini sadar akan privilege yang ia miliki sebagai seorang bangsawan, maka terbitlah ide untuk keluar dari zona yang menyatakan bahwa perempuan pribumi dipandang lebih rendah.

Salah satu tulisan R. A. Kartini yang bertajuk “Habis Gelap Terbitlah Terang” umum diketahui oleh khalayak ramai. Menurut Karima, tulisan tersebut dimaknai sebagai bentuk perjuangan R. A Kartini yang telah berjuang mati-matian untuk hak perempuan. Karima mengatakan bahwa, “Tidak semua yang ada di dunia ini terang bagi kita. Ketika kita memulai sesuatu, keluar dari zona nyaman kita, kita pasti akan menemukan kegelapan dahulu sebelum pada akhirnya kita menemukan sisi terang yang ada di ujung sana.” 

Perayaan hari Kartini kerap dilakukan dengan perempuan mengenakan kebaya pada tanggal 21 April. Makna menggunakan kebaya pada hari Kartini dianggap sebagai bentuk penghormatan terhadap kebangkitan perempuan yang terjadi pada 21 April 1984 silam. Namun, memperingati hari Kartini tidak hanya dilakukan dengan mengenakan kebaya saja, melainkan dengan kegiatan apapun yang bisa membuat perempuan bahagia, serta bisa juga dengan melakukan kegiatan yang kerap dilakukan oleh R. A. Kartini, salah satunya dengan membaca. Menurut Karima, kita juga bisa mencerminkan sosok R.A Kartini ke kehidupan sehari-hari dengan menjadi sosok yang tenang.

Power perempuan itu adalah ketenangan dan kelembutan,” ujar Karima. Sikap tersebut dapat diimplementasikan dalam menanggapi berbagai peristiwa, seperti ketika perempuan direndahkan. Dalam menghadapi peristiwa tersebut, kita bisa menanggapinya dengan bicara to the point, namun tetap dengan ketenangan dan kelembutan. Hal tersebut menjadi bukti nyata dalam mencerminkan sifat tokoh R. A. Kartini dalam kehidupan kita.

Saat ini, yang terjadi di lingkungan kampus, tingkat kesetaraan antara laki-laki dan perempuan sudah cukup setara. Hal tersebut digambarkan dengan maraknya perempuan yang berani tampil dan berbicara. Karima juga menyatakan, bahwa power yang dimiliki oleh perempuan dapat kita lihat dari cara berjalannya. Selain itu, sudah banyak perempuan yang berani untuk mengambil bagian sebagai pemimpin. Keberanian perempuan untuk tampil dan mengambil peran juga didukung oleh lingkungan di sekitarnya, sehingga sikap tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk nyata relevansi dari perjuangan R. A. Kartini untuk masa kini.  “Dari perjuangan sebelumnya kan beliau itu pribadi yang percaya diri banget ya, nah yang relevan sekarang adalah bagaimana seorang perempuan itu percaya diri dengan tubuhnya, kecerdasannya, dengan apapun itu pada akhirnya bagaimana mereka bisa percaya diri,” Karima menggarisbawahi bahwa setiap perempuan harus mengenal dirinya sendiri, karena pada hakikatnya setiap perempuan memiliki nilai yang tentu tidak akan pernah bisa diukur dan berharga untuk segala hal. 

Fotografer: Luthfiana Yuslihayanti

Sosok perempuan hebat lainnya selain R.A Kartini menurut Karima, yakni Rania Yamin dan Sashfir. Sosok Rania Yamin dinilai memiliki beberapa kesamaan dengan kebiasaan yang dilakukan oleh R. A. Kartini, seperti suka membaca buku dan cerdas. Sedangkan, untuk Sashfir, Karima berpendapat bahwa beliau merupakan pribadi yang memiliki kelembutan dan ketenangan, sehingga relevan dengan sikap yang dimiliki oleh R. A. Kartini. Kedua sosok tersebut memiliki ciri khasnya masing-masing yang membuat mereka mudah dikenal oleh banyak orang. Ciri khas menjadi hal yang penting dimiliki oleh setiap individu karena dapat menjadi simbol identitas diri dan kunci untuk mengenal diri sendiri. 

“Untuk seluruh perempuan, jadilah perempuan yang memiliki ciri khas dan kebiasaan yang bagus, meliputi cara berbicara. Jangan sampai otak dan mulut kita senantiasa mengungkapkan hal-hal yang jelek. Power kita itu ada di ketenangan dan kelembutan, sehingga tetaplah memperlihatkan bahwa kesempatan dan kedudukan kita sebagai perempuan itu sama seperti laki-laki,” ujar Karima.

Rintan, mahasiswi IPB University, juga memberikan pendapatnya mengenai sosok Kartini dalam sebuah wawancara. “R. A. Kartini adalah sosok emansipasi wanita yang sangat keren dan menginspirasi, sehingga impact perjuangannya masih sangat terasa di kehidupan kita sehari-hari,” ujar Rintan Aprilia Permana, mahasiswi IPB University. Latar belakang perjuangan yang dilakukan oleh R. A. Kartini menurut Rintan disebabkan oleh kondisi yang terjadi pada masa itu dan bagaimana pandangan beliau dengan privilege yang dimiliki. Keturunan bangsawan dan berintelektual tinggi, membuat R. A. Kartini tergerak hatinya untuk menyuarakan hak-hak perempuan pada zaman itu.

Peristiwa penjajahan yang terjadi dalam kurun waktu lama membuat Indonesia memasuki zaman kegelapan yang sangat pilu. Perjuangan dalam merebut tahta hingga akhirnya Indonesia kembali merdeka menjadi simbol perjalanan menuju kemenangan. Menurut Rintan, R. A. Kartini menulis buku yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang” untuk menggambarkan kondisi Indonesia saat itu yang serba dibatasi, dikukung, dan dilarang untuk menyuarakan pendapat, bahkan hak-hak pribadi, masih adanya sistem patriarki yang tercipta pada zaman itu, namun karena adanya perjuangan yang gigih, ketidakmerataan yang terjadi perlahan memudar dan perempuan kembali mendapatkan haknya.

“Peringatan hari Kartini dirayakan sebagai bentuk merdeka bagi kaum Perempuan,” ujar Rintan. Kebaya merupakan pakaian adat perempuan di Indonesia, sehingga untuk merayakan hari Kartini biasanya kebaya menjadi representasi dari ekspresi diri atas kemenangan, kemerdekaan, serta hak-hak yang sudah dimiliki dan diperjuangkan untuk perempuan oleh R. A. Kartini. Tidak hanya itu, dalam peringatan hari Kartini juga dapat dimaknai dengan terus memperjuangkan hak-hak yang belum tersebar secara merata. Rintan mengatakan bahwa, faktanya, masih banyak yang tidak mendapatkan akses yang sama seperti kita saat ini, maka dirasa menarik jika pada 21 April nanti kita terbitkan hastag yang berkaitan dengan perempuan, namun isi kontennya menyuarakan hak perempuan yang bisa memberikan keadilan dan pemerataan pada wilayah-wilayah yang belum memiliki akses sama. 

Rintan berpendapat, bahwa kedudukan perempuan di IPB University dinilai sudah setara. Hal tersebut tercerminkan melalui peraturan yang dibuat sudah tidak ada lagi gap yang muncul antara perempuan dan laki-laki. Selain itu, sudah banyak perempuan yang mengambil peran sebagai insinyur, politisi, dan sebagainya. IPB University selaku lembaga pendidikan berperan untuk melahirkan orang-orang yang seperti itu dan menjadi awal bagi perjalannya.

Sifat yang dimiliki R. A. Kartini juga tercermin dalam sosok perempuan hebat yang diidolakan oleh Rintan, yakni Najwa Shihab. Menurun Rintan, Najwa Shihab merupakan sosok perempuan yang percaya diri untuk menyuarakan pendapatnya dan memiliki skill public speaking yang bagus. Selain Najwa Shihab, Rintan juga menganggap bahwa Ria Ricis seorang content creator terkenal, merupakan sosok perempuan yang hebat. Ria Ricis dianggap dapat memotivasi Rintan untuk menjadi content creator kelak. Namun, sosok utama perempuan hebat menurut Rintan adalah Ibunya sendiri. Rintan menilai ibunya merupakan sosok yang sangat kuat sebagai ibu maupun perempuan, karena Rintan percaya menjadi perempuan bukanlah hal yang mudah. 

Dengan demikian, Hari Kartini tak hanya mengenang yang telah terjadi, melainkan sebuah undangan. Undangan untuk para perempuan untuk turut menggenggam pena dan menuliskan ceritanya sendiri, mencipta jejak serupa dengan tinta keberanian yang mereka miliki.

***

Reporter: Tiara Putri Raharjo, Audy Nabawi, Firda Syakira

Editor: Nabila Farasayu Pamuji

Fotografer: Luthfiani Yuslihayanti, Mahesa Juli Aksyah

Redaksi Koran Kampus

Lembaga Pers Mahasiswa
Institut Pertanian Bogor

Tambahkan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.