Tersembunyi di kaki Gunung Manapa, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, terdapat sebuah permata budaya yang masih lestari, yaitu Kampung Adat Urug. Upaya untuk lebih memahami dan mengapresiasi tradisi pertanian Kampung Adat Urug menjadi latar belakang bagi tim PKM-RSH IPB University yang terdiri dari Mutiara Balqis selaku ketua tim dan anggotanya, yakni Deden Ahmad Rabani, Hariyol, R. Mugni Chairil Arbi Asyari, dan Akma Naufal Rabbani, dengan bimbingan Ir. Wahyu Purwakusuma, M.Sc. untuk melakukan riset yang bertujuan mengidentifikasi karakteristik budaya pertanian Kampung Adat Urug sebagai revitalisasi pertanian modern. Tim dan risetnya yang bernama Reformist Agriculture ini juga menganalisis produktivitas pertanian dan kepuasan masyarakat dalam aspek ekologi, sosial, dan ekonomi Kampung Adat Urug.
Kampung Adat Urug merupakan peninggalan Kerajaan Pajajaran di masa lampau. Tradisi pertaniannya yang unik dan masyarakat yang mematuhi leluhur, menjadikan kampung ini terjaga kebudayaannya. Salah satu tradisi yang paling menarik adalah penentuan waktu tanam padi. Tidak seperti kebanyakan petani modern, masyarakat Urug tidak menentukan sendiri kapan mereka akan menanam. Tugas ini dipercayakan kepada tetua adat, yang dikenal sebagai Abah Kolot. “Waktu tanam padi yang dilakukan masyarakat Kampung Adat Urug mengikuti Abah Kolot. Jadi, kami masyarakat hanya mengikuti apa yang sudah ditetapkan,” ujar Icah, salah satu warga setempat.
Masyarakat diberikan kebebasan untuk menentukan sendiri kapan memulai proses panen. Uniknya lagi, Kampung Adat Urug secara tradisional hanya memanen padi sekali setahun. Padi yang ditanam untuk panen tahunan ini disebut “Padi Gede” dan memiliki beberapa jenis, seperti Sri Kuning, Raja Wesi, Padi Bereum, dan Bereum Pandan. Seiring berjalannya waktu, sebagian masyarakat mulai menanam padi dua kali setahun, yang dikenal sebagai “Padi Kecil”, contohnya seperti “Padi Apel”. Hal ini dilakukan karena hasil panen sekali setahun dirasa tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Meskipun demikian, tradisi menanam dan memanen padi sekali setahun tetap dijaga oleh tetua adat dan sebagian masyarakat Urug. Mereka percaya bahwa tradisi ini bukan hanya tentang pertanian, tetapi juga tentang menjaga warisan leluhur dan menghormati alam.
“Kampung Adat Urug adalah contoh nyata bagaimana tradisi dan modernitas dapat berjalan beriringan. Meskipun sebagian masyarakat telah mengadopsi praktik pertanian modern, mereka tetap menghormati dan menjaga tradisi leluhur mereka. Hal ini menunjukkan bahwa kemajuan tidak harus mengorbankan budaya, dan bahwa keduanya dapat saling melengkapi untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik,” ucap Mutiara, salah satu anggota tim.
Selain tradisi tanam dan panen, Kampung Adat Urug juga memiliki beberapa tradisi pertanian lainnya, seperti Seren Taun, Sedekah Bumi, dan Rasul. Tradisi-tradisi ini merupakan bagian penting dari kehidupan masyarakat Urug dan menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan yang ingin mengenal lebih dekat budaya Sunda yang kaya dan unik ini. Mutiara berkata bahwa harapan dari program ini adalah agar masyarakat dan akademisi di luar Kampung Adat Urug dapat mengetahui kearifan lokal dalam praktik pertanian kampung tersebut. Selain itu, program ini juga bertujuan menjadi mediator antara masyarakat dengan pihak eksternal untuk meningkatkan kesejahteraan pertanian dalam berbagai aspek.
“Dengan adanya program ini, diharapkan warisan budaya pertanian yang kaya di Kampung Adat Urug dapat terus dilestarikan dan diintegrasikan dengan praktik pertanian modern untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat tanpa mengorbankan nilai-nilai tradisional yang mereka junjung tinggi,” tutup Mutiara.
***
Reporter: Haidar Ramdhani
Editor: Fairuz Zain
Tambahkan Komentar