Papua dan Rasisme

BEM se-IPB bersama Ikatan Mahasiwa Papua (IMAPA) menyatakan keberpihakan penuh kepada kawan-kawan Papua yang menjadi tahanan politik atas tuduhan makar dalam aksi unjuk rasa di Jayapura tahun lalu. Instagram bemkmipb mengunggah video dengan durasi lebih dari 7 menit yang berisi seruan dari setiap perwakilan BEM se-IPB dengan tajuk “Bhinneka Tinggal Kata” pada Kamis (11/6) lalu.

Pada 5 Juni lalu, Ferry Kombo, Mantan Ketua BEM Universitas Cendrawasih dan enam tahanan politik Papua lainnya dituntut atas kerusuhan aksi demonstrasi di Jayapura pada Agustus 2019 dengan masa hukuman berbeda-beda, mulai dari 5 tahun hingga 17 tahun. Unjuk rasa di Jayapura tahun lalu merupakan bentuk protes terhadap isu rasisme dan diskriminasi yang terjadi di Asrama Papua di Surabaya.

Ferry Kombo pada video unggahan bemkmipb mengatakan bahwa apa yang ada di persidangan benar-benar berbeda dengan yang di lapangan. “Sekali lagi, saya minta dukungan kepada semua orang di luar, terutama teman-teman mahasiswa, masyarakat dukung kami dalam doa juga solidaritas, menyuarakan pembebasan kami,” ujarnya.

Ketujuh tapol kini dititipkan di Rumah Tahanan Kelas II B Balikpapan, Kalimantan Timur dengan alasan keamanan. Dilansir dari tempo.co, mereka menjalani proses peradilan dengan berkas yang berbeda satu sama lain di Pengadilan Negeri Balikpapan sejak Januari 2020.

“Stop diskriminasi hukum terhadap kami orang Papua. Berikanlah keadilan hukum bagi tujuh tapol mahasiswa di Balikpapan. Sebab mereka bukanlah pelaku rasisme tapi mereka adalah korban rasisme,” ujar salah satu mahasiswa IMAPA IPB dalam video Bhinneka Tinggal Kata unggahan bemkmipb.

Sementara itu, Amnesty International Indonesia akan mengangkat berbagai pelanggaran HAM dan rasisme tersebut ke PBB. Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan pihaknya memasukkan laporan kepada Komite Hak Sipil dan Politik PBB yang akan menggelar sidang ke-129 pada Juni hingga Juli ini.

“Karena mereka (orang Papua) sudah begitu lama mengalami pelanggaran HAM termasuk rasisme yang sistemik, yang saya kira kita perjuangkan agar itu dihapuskan,” ujar Usman Hamid, dikutip dari voaindonesia.com.

Di balik rasisme kepada orang Papua, masih terdapat banyak pelanggaran hak asasi manusia yang tidak kunjung tuntas. Ada pula kriminalisasi kepada pembela HAM dan jurnalis yang mengangkat masalah di Papua. Oleh karenanya, isu mengenai ketidakadilan yang didapatkan oleh orang Papua tidak ada habisnya.

 

Ilustrator: Ramadhanti Nisa P.
Editor: Yuniar Galuh Nur Fatiha

Putri Arum Puspitasari

Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan angkatan 55 di IPB University

Tambahkan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.