Pilkada Serentak Di Tengah Pandemi dari Kacamata Mahasiswa

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 dilaksanakan serentak pada 9 Desember 2020. Berbagai pro kontra mengiringi jalannya penyelenggaraan pilkada tahun ini. Hal ini terjadi karena diselenggarakan di tengah pandemi COVID-19 yang kasus positifnya kian melonjak.

Sejumlah pihak seperti mahasiswa, menyatakan bahwa pilkada dapat menjadi salah satu cluster baru potensi penularan virus COVID-19. Namun di sisi lain, Pilkada harus tetap dilaksanakan agar pemerintahan daerah dapat berjalan optimal.

“Penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi merupakan tindakan yang tidak tepat karena terkesan mengesampingkan rakyat dan hanya memuaskan kepuasan partai politik,” pendapat Menteri Koordinator Sosial Politik BEM KM IPB 2020/2021, Canta Bayu Laksana.

Selain itu, Menko Sospol tersebut mengatakan bahwa lebih baik anggaran digunakan untuk memberi bantuan kepada masyarakat dibandingkan untuk menyelenggarakan pilkada yang tentu membutuhkan sangat banyak dana.

“Praktik money politic sangat rawan terjadi di tengah kesulitan yang dialami oleh sebagian besar masyarakat Indonesia,” jelas Canta Bayu Laksana.

Dikutip pula dari Medcom.id, hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh mahasiswa kelas Komunikasi Politik peminatan Jurnalistik selama tanggal (29/9-9/10) adalah 74.6% mahasiswa tidak setuju penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi COVID-19. Survei ini melibatkan 224 mahasiswa dari 54 kampus di 22 daerah yang mengadakan Pilkada.

Responden yang tak setuju menilai bahwa pelaksanaan pilkada akan meningkatkan kasus positif COVID-19 dan kesehatan masyarakat lebih penting daripada pilkada. Pendapat lain menyatakan bahwa pilkada harus tetap dilaksanakan untuk menjaga hak konstitusi pemilih dan kepastian adanya pemimpin daerah.

Sisi positif yang dapat diambil dari penyelenggaraan Pilkada 2020 secara serentak ialah menjalankan roda pergantian kekuasaan secara semestinya, walaupun dilaksanakan saat pandemi yang mempertaruhkan keselamatan rakyat. Terlebih masih banyak masyarakat yang belum mematuhi secara penuh prinsip 3M protokol kesehatan (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak).

Harapannya, pilkada yang diselenggarakan pada 9 Desember ini berjalan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. Masyarakat diharapkan dapat menggunakan hak pilihnya secara objektif dan kepala daerah yang terpilih dapat menjalankan amanah sebagaimana mestinya.

Ilustrator: Ramadhanti Nisa P
Editor: Ikfanny Alfi Muhibbah Shalihah

Chandra Kusuma D

1 Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

  • Sebenarnya pilkada di tengah pandemi ini seperti makan buah simalakama ya, dilain sisi kita butuh regenerasi kepemimpinan, dilain sisi kesehatan masyarakat juga diperlukan. Tetapi di masa “new normal” seperti ini saya agak setuju tetap dilakukan nya pilkada serentak, karena bagaimanapun kita telah memahami karakteristik dan penanganan pandemi covid yang telah kita alami hampir setahun ini. Bila sebagian orang memandang mengapa pas awal2 pandemi kita disuruh ibadah ke tempat ibadah saja dilarang sedangkan pilkada serentak tidak. Tentu ini menurut hemat saya karna waktu dan keadaan yang telah berubah. Saat ini mungkin kita telah dituntut untuk “berdamai” dengan covid sehingga pilkada tetap harus dijalankan. Mungkin itu pendapat saya sebagai mahasiswa ipb, terima kasih.