Tanggapan Mereka setelah Lima Hari Kuliah Online

Menanggapi penyebaran COVID-19, IPB University telah menerapkan sistem pembelajaran secara online atau metode tatap muka lainnya. Sejak 14 Maret lalu, Rektor IPB University, Prof. Dr. Arif Satria, mengeluarkan surat ledaran perihal kebijakan IPB untuk menghadapi penyebaran COVID-19 dan demam berdarah dengue, dengan nomor surat 4800/IT3/HM.00/2020. Disebutkan pada poin B-1b, “KBM paruh kedua untuk program pendidikan sarjana dan vokasi (pertemuan minggu ke 7-14) semester genap TA 2019/2020 serta Ujian Akhir secara tatap muka diganti dengan pembelajaran secara online atau metode tanpa tatap muka lainnya dengan tetap menjamin mutu pembelajaran”.

Perkuliahan secara online atau metode tanpa tatap muka lainnya tentu saja menuai banyak respon, baik dari pihak dosen maupun mahasiswa. Salah satunya mahasiswa Silvikultur IPB angkatan 55, Muhammad Ridho, yang mengatakan bahwa beberapa mata kuliah memerlukan penjelasan yang detail, sulit untuk dibayangkan dan terkadang beberapa penjelasan masih membingungkan. Adanya diskusi grup merupakan sebuah terobosan unik dan cukup berjalan baik. Namun, terdapat ketidakseimbangan antara jumlah pertanyaan dan waktu untuk dosen menjawab, sehingga tidak semua pertanyaan dapat terjawab.

“Bagi saya kuliah online itu memang bakal sulit, tidak hanya bagi siswa tetapi bagi semua stakeholders kampus. Mungkin kesusahan yang utama adalah kesan belajar yang sulit diangkat suasananya. Selain itu, masalah infrastruktur jaringan, apalagi IPB mencap dirinya sebagai kampus rakyat, seharusnya IPB bisa menemukan paket kebijakan kuliah daring sesuai dengan karakter mahasiswa itu sendiri,” ujar Ridho.

Selain itu, terdapat metode pembelajaran lainnya berupa podcast yang diterapkan salah satu mata kuliah di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan (SIL). Fauziyyah Az Zahra, mahasiswa SIL angkatan 55 mengungkapkan, “Ada satu matkul di departemen saya yang menggunakan podcast, menurut saya itu cukup efektif dan efisien, karna kita tidak menghabiskan kuota yang banyak dan tidak membutuhkan jaringan yang kuat, disamping itu juga podcast bisa didengarkan berkali-kali dan kapan saja kita mau, ini juga sangat membantu buat kita yang tipe belajarnya auditori. Tapi kurangnya kita tidak bisa berduski secara langsung dengan dosen.”

Dosen Departemen Statistika, Dr. Muh. Nur Aidi, MS., mengatakan bahwa penggunaan media online pada kondisi darurat dinilai cukup efektif karena tetap terjalin komunikasi, seperti untuk perkuliahan, bimbingan skripsi, dan tesis, serta sidang komisi. Platform yang digunakan beliau adalah Skype dan Zoom, dengan kekurangan dan kelebihan masing-masing.

“Kekurangannya, dukungan IPB kurang optimal untuk agenda kuliah jarak jauh ini karena untuk absensi tidak ada karena mobile link IPB tidak berdaya. Istilah Saya tidak bonafit titik tidak pakai absen elektronik. Meski begitu kondisi ini cukup membantu kuliah dan komunikasi dengan mahasiswa,” ujarnya saat dihubungi melalui aplikasi percakapan, Jumat (10/4).

“Masukan dari saya, internet IPB diperbaiki agar bisa baik kapasitas dan reabilitasnya, biaya pulsa untuk mahasiswa dan dosen disediakan IPB, sistem elektronik absensinya disediakan”, tutupnya.

Ilustrator: Errizqi Dwi Cahyo
Editor: Putri Arum Puspitasari

Farah Diba Aulia