Golput, Demokrasi-kah?

Fenomena golongan putih (Golput) sudah tidak asing terdengar di telinga kita dan jelas telah menuai aksi pro dan kontra di kalangan masyarakat. Golongan putih ini bermula dari aksi protes mahasiswa atau pemuda terhadap Pemilihan Umum (pemilu) pada zaman orde baru tahun 1971. Sejak pemilu tahun 1995 angka Golput cenderung naik. Terlihat dari suara tidak sah pada pemilu tahun 1955 mencapai 12,34%. Meskipun ada penurunan suara tidak sah pada tahun 1971 yaitu sebesar 6,67%. Pemilu 1977 Golput sebesar 8,40%, 9,61% (1982), 8,39% (1987), 9,05% (1992), 10,07% (1997), 10.40% (1999), dan meningkat tajam pada pemilu tahun 2004 yaitu sebesar 24,95% dari 116.662.705 pemilih. Pada tahun 2009 angka Golput bertambah menjadi 29%. Dari 171.265.442 pemilih, hanya 104.099.785 suara yang sah, sedangkan selebihnya Golput. Bahkan diperkirakan pada pemilu 9 April 2014 mendatang angka Golput mencapai 40%.

Lantas apa yang membuat angka Golput tersebut bertambah setiap tahunnya? Ada beberapa alasan yang membuat angka Golput tersebut semakin bertambah yakni rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap para calon legislatif (caleg) dan calon eksekutif (Presiden dan wakil presiden-red). Mereka yang tidak percaya terhadap pemerintah merasa dibohongi atas janji-janji yang diumbar para caleg semasa mencalonkan diri. Sehingga pada kesempatan berikutnya mereka enggan untuk memilih. Tidak hanya itu, banyaknya partai politik (parpol) yang terlibat dalam kasus korupsi membuat rasa percaya masyarakat terhadap parpol berkurang. Sebab lain karena banyak masyarakat yang tidak mengenali dengan baik siapa calon pemimpin beserta visi dan misi mereka. Atau bahkan mereka memang sama sekali tidak berniat untuk menggunakan hak pilih mereka dan berpartisipasi dalam pemilu. Orang seperti itu biasa kita sebut sebagai pihak yang apatis, yang tidak ingin tahu menahu permasalahan politik negeri.

Lalu bagaimana dengan peran mahasiswa terhadap pemilu dan Golput? Nyatanya banyak juga mahasiswa yang masih apatis dengan keadaan perpolitikan di negeri ini. Masih banyak yang tidak mengetahui siapa yang harus mereka pilih pada 9 April nanti. Mayoritas karena mereka tidak mengetahui dan mengenali latar belakang dari para caleg tersebut. Walaupun memang masih ada mahasiswa yang aktif mencari latar belakang dari para caleg tersebut sehingga tidak salah pilih. Pengetahuan yang sedikit tentang para Caleg ini dikhawatirkan membuka peluang yang besar bagi mahasiswa untuk melepas hak pilih dengan kata lain Golput. Mahasiswa sebagai agen perubahan yang kritis terhadap segala hal diharapkan dapat berperan aktif dalam pesta demokrasi kali ini. Bukan malah melepas hak pilihnya hanya karena alasan tidak mengenal para caleg atau para caleg dan parpol tersebut dinilai tidak kompeten dalam memimpin bangsa ini. Selain itu peran mahasiswa dalam mendukung aksi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam mengurangi jumlah golput juga sangat dibutuhkan. Terlihat dengan adanya aksi relawan demokrasi (relasi) yang dibuat oleh KPU untuk mengurangi jumlah golput dengan mengadakan kampanye anti golput.

Namun aksi golput sendiri mendapat pembenaran dalam UUD 1945 pasal 28 E yang berbunyi Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Makna kata bebas dalam pasal tersebut menyatakan hak pilih yang secara bebas digunakan maupun tidak. Selain itu dalam UU No 10 tahun 2008 pasal 19 ayat 1 tentang pemilu disebutkan WNI yang pada hari pemungutan suara telah berumur 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih. Disebutkan dalam pasal tersebut kata hak memilih, bukan kewajiban memilih. Dengan demikian masyarakat bisa dengan bebas menggunakan hak pilihnya karena tidak ada aturan yang melarang untuk golput.

Mereka yang memilih untuk tidak memilih berpandangan bahwa tindakan mereka adalah benar. Pandangan bahwa “lebih baik tidak memilih daripada saya harus memilih parpol yang kotor”. Kenyataanya tindakan seperti itu tidak membantu Indonesia keluar dari masalah pemilihan pemimpin yang tepat. Dengan demikian diharapkan dalam pemilu 9 April mendatang, angka golput dapat ditekan dengan adanya kampanye anti golput dan aksi mahasiswa yang sadar akan pentingnya demokrasi.

Rezky Eka

Redaksi Koran Kampus

Redaksi Koran Kampus

Lembaga Pers Mahasiswa
Institut Pertanian Bogor

Tambahkan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.