
Nelayan dapat disebut sebagai pahlawan yang tidak hanya menyehatkan bangsa, tetapi juga mencerdaskan kita melalui hasil tangkapan ikannya. Sri Purwaningsih dalam bukunya yang berjudul Biokimia Hasil Perairan, terbit pada 2015, menyebutkan bahwa ikan mengandung gizi yang tinggi dengan daya cerna protein 98%, lebih baik dari daging (78%). Selain itu, asam lemak tak jenuh yang terkandung dalam ikan seperti eicosapentaenoic acid (EPA, omega-3) dan docosahexaenoic acid (DHA, omega-3) dapat menurunkan kolesterol dan meningkatkan konsentrasi serta mengontrol kemampuan belajar melalui sistem memori.
Namun, usaha penangkapan ikan tidak semudah menyantap hidangan ini. Nelayan menghadapi risiko tinggi dalam melakukan pekerjaannya. Delapan jam lamanya melaut, belum tentu menghasilkan tangkapan yang memuaskan. Umumnya nelayan membutuhkan waktu hingga 14 jam sekali berlayar.
Beberapa nelayan bahkan menyerah dan memilih alih profesi. Salah satunya Mislan, seorang nelayan di pesisir Pangandaran, Jawa Barat. Ia mengalami trauma sejak kejadian mati mesin yang mengakibatkannya terombang-ambing di tengah laut seharian. “Saya belum berani melaut lagi karena takut membayangkan kejadian itu kalau terulang”, ungkap nelayan yang 14 tahun terakhir berhenti melaut.
Hasil sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003-2013 menunjukkan bahwa jumlah nelayan tradisional turun dari 1,6 juta menjadi 864 ribu rumah tangga.
Teknologi pengolahan tepat guna perlu diterapkan agar dapat memberi nilai tambah pada produk hasil perairan serta menggugah masyarakat untuk mengonsumsi ikan. Meskipun terus naik, tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia masih tergolong rendah, dari Sistem Informasi Diseminasi Data Statistik Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), masyarakat Indonesia mengonsumsi ikan sebanyak 38 kg/kapita/tahun pada 2014. Angka ini terpaut cukup jauh dari Jepang (±60 kg/kapita/tahun) dan Malaysia (±50 kg/kapita/tahun) yang memiliki wilayah perairannya lebih kecil dari Indonesia.
Asuransi sebagai solusi untuk nelayan
Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Penambak Garam sudah disetujui di tingkat satu DPR RI. Sejak Maret 2016 juga RUU tersebut telah disahkan pada rapat Paripurna DPR RI. Sekretaris Jenderal KKP, Sjarief Widjaja mengungkapkan, asuransi akan diberlakukan bagi seluruh nelayan Indonesia. Ukuran nelayan kecil yang digratiskan dari premi, yaitu nelayan dengan kapal di bawah 10 GT.
Koran Kampus mengucapkan selamat hari Nelayan Nasional. Ayo Konsumsi Ikan.
Hanifah Husein
Editor: Ichwanul AM
Tambahkan Komentar