Pesona Sawah Jatiluwih, Sebuah Warisan Budaya Dunia

IMG_2998-01
Wisatawan dapat menikmati lanskap terasering sawah di Desa Jatiluwih sambil bersepeda atau sekadar mengambil gambar objek warisan budaya dunia yang telah diakui UNESCO sejak 2012 ini (Foto: Nita F).

Jika berkunjung ke Pulau Bali, tak ada salahnya untuk mampir ke Desa Jatiluwih. Desa yang terletak di Kabupaten Tabanan, 43 Km dari sisi barat laut Kota Denpasar, memiliki lanskap persawahan yang diakui sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO sejak tahun 2012. Lanskap Desa Jatiluwih mencakup luas sawah sekitar 636 hektar dengan sistem irigasi yang dikenal sebagai Subak.

Subak merupakan hasil dari filosofi yang lahir di Desa Jatiluwih sebagai akulturasi budaya antara Bali dan India sejak 2000 tahun silam. Sistem irigasi Subak telah dikenal serta menjadi sistem irigasi percontohan di berbagai daerah di Nusantara. I Putu Fajar Arcana, seorang budayawan Bali menjelaskan, sepanjang tahun sawah-sawah di Jatiluwih selalu dialiri air yang bersumber dari Gunung Batukaru. Sawah-sawah ini digarap dengan filosofi kerendahan hati masyarakat Desa Jatiluwih yang diajarkan dari ajaran agama Hindu, Tri Hita Karana. Para petani senantiasa menjaga harmonisasi hubungan antar manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, serta manusia dengan alam.

IMG_3000
Lanskap sawah yang berundak-undak di Desa Jatiluwih, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali (Foto: Nita F).

Petani Desa Jatiluwih percaya, kesempurnaan lumbung padi di Pulau Dewata ini harus dipertahankan dengan menjaga kualitas serta kesabaran selama proses bercocok tanam. Sejak dulu hingga saat ini, petani Desa Jatiluwih selalu menanam padi jenis Merah Cendana, padi varietas lokal yang hanya ditanam setahun sekali. “Ketika pemerintah Orde Baru menggerilyakan revolusi hijau dengan padi-padi jenis baru seperti IR dan Pelita yang dipanen 3-4 bulan sekali untuk mengejar produksi padi nasional, para petani Jatiluwih tetap menanam Merah Cendana. Karena itulah padi varietas lokal tersebut tetap lestari sampai sekarang.”, jelas Bli Can, sapaan akrab I Putu Fajar Arcana.

Persawahan hijau berundak-undak mengundang decak kagum bagi siapa saja yang melihatnya. Salah satu cara terbaik menikmati keindahan Desa Jatiluwih adalah bersepeda. Dengan menggunakan sepeda, wisatawan akan disuguhkan pemandangan menawan Desa Jatiluwih. Bukan hanya sawah, tetapi juga pemukiman tradisonal warga setempat, sungai, dan beberapa pura yang terdapat di sana. Jika beruntung, wisatawan dapat pula menikmati pemandangan matahari terbenam dari pematang sawah. Bersepeda di antara lanskap persawahan yang berundak, pematang yang berkelok, dan hijaunya padi-padi Cendana Merah, membuat Jatiluwih semakin unik dan menantang untuk dijajal.

 

Nita Febriani

Ed: Ichwanul AM

Redaksi Koran Kampus

Redaksi Koran Kampus

Lembaga Pers Mahasiswa
Institut Pertanian Bogor