Home Sweet Loan, Perjalanan Kaluna dalam Meraih Rumah Impian di Tengah Kesederhanaan

Home Sweet Loan merupakan sebuah film yang diangkat dari novel yang bertajuk sama, karya Almira Bastari. Novel ini rilis pada tahun 2022 dan cukup menarik atensi bagi pembaca novel. Bahkan, novel Home Sweet Loan menjadi salah satu novel yang mendapatkan predikat best seller karena berhasil mencapai penjualan yang tinggi.

Film adaptasi dari novel ini disutradarai oleh Rochelle Kalangie sekaligus menuangkan pikirannya untuk menulis naskah bersama Widya Arifianti. Keduanya secara realistis menggambarkan “orang biasa” yang berasal dari keluarga sederhana dan sedang berjuang secara mati-matian untuk melanjutkan hidup dan mewujudkan angannya.

Film ini menggambarkan kisah perjuangan seorang pekerja keras yang diperankan oleh tokoh utama. Sosok Kaluna sebagai tokoh utama yang diperankan apik oleh Yunita Siregar, juga berhasil menggambarkan posisi sandwich generation yang banyak dirasakan oleh orang–orang di luar sana. Sehingga film ini mampu menarik minat banyak penonton, terutama penonton yang berada di posisi yang sama dengan Kaluna, tokoh utama.

Kaluna, seorang perempuan muda yang gigih, memulai harinya dengan penuh harapan meski beban hidup semakin berat. Di sebuah kota besar yang serba cepat, ia berjuang menyeimbangkan pekerjaan sebagai pegawai administrasi dan keinginan besar untuk memiliki rumah impian. Setiap kali melihat brosur rumah sederhana yang ia idamkan, ada perasaan campur aduk antara semangat dan ketidakpastian. Hari ini, Kaluna akan mengambil langkah besar mendaftar untuk pinjaman rumah yang bisa mengubah hidupnya, meski ia tahu, jalan di depannya penuh tantangan.

Setelah melalui berbagai rintangan, Kaluna akhirnya berdiri di depan pintu rumahnya sendiri. Raut lelah di wajahnya tersapu oleh senyum bahagia saat ia memasuki rumah sederhana yang selama ini hanya ada dalam mimpi. Di dalam, suara canda tawa keluarga dan teman-teman terdengar, memenuhi ruang kosong yang kini menjadi penuh makna. Dalam hatinya, Kaluna tahu, lebih dari sekadar rumah, ini adalah tempat di mana ia menemukan arti perjuangan, cinta, dan arti pulang yang sesungguhnya.

Begitu banyak review dan ulasan yang diberikan untuk film Home Sweet Loan yang begitu menarik perhatian penonton. Salah satu penikmat film ini mengatakan bahwa akting dari pemeran utama atau Kaluna berhasil menggambarkan emosi karakter dengan baik, namun penampilan aktor yang berperan sebagai bapak dari pemeran utama atau Kaluna terasa kurang menghayati dalam adegan-adegan emosional, terutama pada momen-momen yang seharusnya menyentuh. Latar film juga dipuji karena sangat mendukung cerita dengan detail yang menonjol, seperti rumah yang penuh sesak dengan tiga keluarga yaitu dua kakak pemeran utama yang sudah berkeluarga dan keluarga pemeran utama sendiri.

Pemilihan backsound serta pengambilan sinematografi yang indah dan tepat, membuat suasana kesedihan, perjuangan, serta rasa hiruk pikuk keadaan dalam film tersebut dapat dirasakan juga oleh penonton. Hal ini membuat seolah-olah penonton ikut masuk kedalam kehidupan berat yang dijalani oleh tokoh utama.

Meskipun cerita berhasil menyampaikan rasa frustasi dan perjuangan karakter, klimaks film terasa kurang intens dan terjadi terlalu cepat. Salah satu adegan yang mengharukan, di mana Kaluna harus merelakan kamarnya untuk keponakannya dan pindah ke kamar pembantu yang kondisinya memprihatinkan, cukup emosional namun kurang diikuti dengan pengembangan konflik yang memuncak. Walaupun demikian, film ini telah sukses mencapai tembus 1,5 juta penonton di seluruh indonesia karena detail dari cerita yang menggambarkan karakter pemeran utama dengan begitu baik, serta kondisi nyata yang mungkin sering dialami oleh beberapa anak di Indonesia.

Secara keseluruhan, banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari film ini. Diantaranya, banyak anak yang menjadi korban dari sandwich generation. Kebebasannya untuk berpendapat, melakukan hal-hal yang diinginkan, bahkan hak-hak nya dalam keluarga tidak bisa ia dapatkan. Tak jarang, banyak orang tua juga yang lupa untuk bersifat adil pada anak-anaknya. Selalu merasa memperlakukan anak-anaknya dengan perlakuan yang adil, tetapi secara tidak sadar mereka melakukan diskriminasi. Sebagai orang tua dan anak juga haruslah saling mengerti satu-sama lain. Persiapkan mental dan finansial sebelum memutuskan untuk berkeluarga, serta terkadang tak ada salahnya untuk kita mengeluarkan pendapat yang ingin kita sampaikan. Karena terlalu sering diam juga bisa membuat kita merasa tidak dihargai, padahal mungkin saja orang lain juga menunggu pendapat yang akan kita sampaikan.

***

Reporter: Fiqih Adita Fadillah, Farhan Ramadhan, Gita Ayu Lestari, Mutiara Rachmina Indriani.

Editor: Nurmala Pratiwi

Redaksi Koran Kampus

Lembaga Pers Mahasiswa
Institut Pertanian Bogor

Tambahkan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.