Pura-Pura

Malam itu, perpustakaan IPB benar-benar sepi. Jam sudah menunjukkan pukul 11 lewat, dan hanya ada aku dan teman-temanku yang sedang sibuk mengerjakan tugas akhir semester. Namun, kelelahan mulai menyerang mereka satu per satu. Dalam waktu singkat, mereka tertidur di tempat masing-masing. Aku sendiri sebenarnya juga sudah sangat mengantuk, tapi tugas ini tidak bisa menunggu. 

Di antara tumpukan buku dan cahaya redup dari lampu baca, aku memaksa mataku untuk tetap terbuka, meski kepala sudah terasa berat. Di sekeliling, hening sekali. Bahkan, suara jarum jam di dinding terdengar jelas, seperti detak jantung yang lambat tapi pasti. Waktu berjalan perlahan di ruangan itu, dan seiring malam yang semakin larut, hawa dingin mulai menyusup ke dalam kulitku.

Tiba-tiba, sebuah suara pelan mengusik ketenangan. Langkah kaki. Awalnya, aku kira itu hanya imajinasi karena kelelahan. Namun, semakin jelas suara itu, semakin cepat detak jantungku. Aku memicingkan mata dan menengok sekilas dari balik lengan, pura-pura mengubah posisi tidur. 

Ada seseorang atau sesuatu. Langkah-langkah itu semakin mendekat ke arah kami.

Aku merapatkan jaket dan segera memutuskan untuk pura-pura tidur. Mungkin, kalau aku tidak terlihat sadar, apapun yang mendekat tidak akan memperhatikanku. 

Suara itu berhenti. Tepat di depan kami.

Aku bisa merasakan kehadiran itu, berdiri di antara kami yang tertidur. Tubuhku kaku. Aku bisa mendengar napasku sendiri, yang berusaha ku atur agar terdengar teratur, seperti orang yang benar-benar tertidur. Namun, sesuatu yang aneh mulai terasa. Kehadirannya terlalu dekat, terlalu nyata. Dalam diam, aku berharap siapapun itu segera pergi.

Lalu, terdengar bisikan suara yang pelan, tapi cukup untuk membuat bulu kudukku berdiri.

“Yang ini sudah tidur,” bisik suara itu dengan pelan, seakan sedang memeriksa satu per satu dari kami. “Yang ini juga sudah tidur…” 

Hatiku mencelos. Suara itu mendekat ke arahku. Tubuhku membeku. Aku tidak berani bergerak sedikitpun.

“Hmm, kok yang ini pura-pura tidur?”

Sekejap, jantungku seakan berhenti. Keringat dingin mengalir di tengkukku. Aku tahu, aku seharusnya tetap diam, tetap pura-pura tidur. Tapi suara itu, suara yang tidak manusiawi itu, terasa begitu nyata di telingaku.

Lalu, tepat di sampingku, sesuatu berbisik. “Aku tahu kau bangun…”

Dengan cepat aku membuka mata, ruangan perpustakaan kosong, hanya teman-temanku yang masih tertidur lelap di sampingku. Tapi… suara itu, bisikannya, masih terasa menggema di telinga, meninggalkan rasa takut yang tak hilang meskipun tidak ada sosok apapun di sekitar.

Dan aku tahu, malam ini aku tidak sendirian.

***

Reporter: Hilma Rahmi Fauziah

Editor: Nurmala Pratiwi

Ilustrator: Nabila Zahra

Avatar

Hilma Rahmi Fauziah

Tambahkan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.