Minimnya partisipasi dalam proses pendaftaran untuk pemilihan Presiden Mahasiswa (Presma) di Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun ini menjadi sorotan utama dalam dinamika politik kampus. Menurut Imaduddin Abdurrahman atau akrab dipanggil Bang Rahman yang merupakan mantan Presma IPB 2023, menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan rendahnya minat dalam pendaftaran Presma tahun ini. Faktor-faktor eksternal, seperti pengaruh Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), telah mengubah cara mahasiswa berpartisipasi dalam kegiatan non-akademik. Selain itu, perubahan dalam kurikulum juga mengharuskan mahasiswa untuk menyesuaikan prioritas antara kegiatan akademik dan kegiatan di luar kampus. Di sisi lain, faktor internal juga memainkan peran penting.
Dinamika politik di IPB dalam dua tahun terakhir telah menciptakan suasana yang kurang stabil, yang berdampak pada persepsi negatif terhadap organisasi mahasiswa, terutama ormawa pusat KM IPB. Selain itu, perubahan nama ormawa pusat yang dianggap melanggar konstitusi UU KM IPB juga menjadi penyebab keengganan bagi sebagian mahasiswa untuk berpartisipasi.
Dalam merespon permasalahan ini, Rahman mengusulkan beberapa solusi yang dapat dilakukan. Pertama, perlu adanya transformasi dalam ormawa di IPB untuk mengakomodasi kebutuhan dan gaya hidup generasi saat ini, tanpa meninggalkan nilai-nilai fundamental yang menjadi inti dari organisasi. Kedua, diperlukan insentif yang lebih baik bagi mahasiswa untuk tetap berpartisipasi dalam kegiatan MBKM. Ketiga, pentingnya memberikan independensi kepada ormawa di KM IPB, sehingga mahasiswa merasa lebih aman dan percaya terhadap organisasi mereka. “Sebaiknya mahasiswa diberikan independensi, diberikan kepercayaan untuk melakukan organisasinya secara mandiri. Sehingga menimbulkan trust di KM bahwa ormawa tidak akan “diobrak-abrik” dengan mudahnya,” ungkap Rahman, dalam sesi wawancara.
Tanggung jawab Presma adalah memimpin BEM KM IPB untuk melaksanakan fungsi-fungsi utama organisasi. Presma memiliki peran yang sangat penting dalam menjadi perwakilan mahasiswa dalam berbagai forum kebijakan, baik di tingkat kampus maupun nasional. Selain itu, Presma juga bertugas membantu meningkatkan kesejahteraan mahasiswa dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Tentang situasi politik kampus tanpa kehadiran Presma, ditekankan bahwa kekosongan kepemimpinan akan mengakibatkan kehilangan arah dalam organisasi dan berdampak pada perumusan kebijakan. Dampaknya tidak hanya terasa di tingkat kampus, tetapi juga di tingkat nasional, mengingat Presma juga berperan dalam pembagian anggaran.
Ketika ditanya mengenai respons dan kontribusi dari pihak kampus terhadap ketiadaan Presma, Rahman menyatakan bahwa pihak kampus menyayangkan kekosongan kepemimpinan dan seringkali meminta peninjauan kembali kebijakan terkait hal ini. Terakhir, terkait dengan dampak ketidakaktifan Presma terhadap partisipasi politik dan kritisisme mahasiswa di kampus, narasumber kami menyatakan bahwa keberadaan Presma memiliki peran penting dalam membimbing mahasiswa dalam pencerdasan politik dan menyuarakan suara di tingkat nasional. Ketiadaannya dapat mengurangi kritisisme mahasiswa terhadap kebijakan kampus dan menimbulkan kesadaran akan pentingnya peran mahasiswa dalam mengelola organisasi kampus.
Dengan demikian, minimnya partisipasi dalam pendaftaran Presma tahun ini di IPB menimbulkan sejumlah pertanyaan mendalam tentang dinamika politik kampus dan peran mahasiswa dalam mengelola organisasi. Langkah-langkah perbaikan yang diusulkan diharapkan dapat mengembalikan semangat dan minat mahasiswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan organisasi kampus di masa mendatang.
***
Reporter: Lintang Rusliningtyas, Citra Dwi Damayanti, Salwa Reulina R.G, Shafa Salsabila IP
Editor : Rafly Muzakki R
Tambahkan Komentar