Ancaman Cuaca Ekstrem, Inilah Tanggapan Pakar Iklim IPB University!

Bogor, 26 Mei 2024 – Cuaca ekstrem dan perubahan iklim menjadi topik yang makin banyak diperbincangkan di Indonesia, sama halnya dengan kondisi cuaca di Bogor yang belakangan ini sering tidak menentu dengan suhu ekstrim tinggi diiringi curah hujan yang sangat lebat. Bahkan pada tahun 2023 khususnya di bulan November merupakan bulan terpanas yang tercatat dengan anomali suhu sebesar +1,69 derajat Celcius. Fenomena ini tidak hanya mempengaruhi kenyamanan kita sehari-hari, tetapi juga membawa berbagai dampak negatif terhadap lingkungan dan sektor-sektor penting seperti pertanian, perikanan, dan pariwisata.

Prof. Dr. Tania June, dari Departemen Geofisika dan Meteorologi, IPB University, seorang pakar mikrometeorologi sistem pertanian, yang banyak melakukan penelitian pemodelan penyerapan CO2 oleh sistem pertanaman, proses pertukaran energi, uap air dan CO2, yang saat ini bertugas sebagai Ketua Program Studi Magister Klimatologi Terapan dan juga sebagai Kepala Divisi Agrometeorologi di Departemen Geofisika dan Meteorologi-FMIPA, memberikan pandangannya khususnya terkait cuaca ekstrem yang melanda daerah Bogor dan sekitarnya, serta dampak perubahan iklim secara umum. 

“Kenaikan suhu bumi yang sedang terjadi saat ini merupakan hasil dari berbagai faktor yang kompleks, termasuk meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrous oksida (N2O) akibat aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan deforestasi. Selain itu, perubahan dalam penggunaan lahan, seperti konversi hutan menjadi lahan pertanian atau perkotaan, serta proses urbanisasi yang cepat juga turut berkontribusi terhadap pemanasan global dan perubahan iklim yang kita alami,” ucap Prof. Tania.

“Variasi suhu dan curah hujan di wilayah tropis seperti Indonesia juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk perubahan dalam posisi relatif radiasi matahari yang merubah pergerakan massa udara membawa uap air melewati wilayah Indonesia, fenomena regional seperti El Niño Southern Oscillation (ENSO), Madden-Julian Oscillation (MJO), pola monsun, dan Indian Ocean Dipole (IOD) juga memiliki pengaruh signifikan terhadap dinamika iklim di wilayah Indonesia. Integrasi antara faktor-faktor ini menghasilkan pola suhu dan curah hujan yang kompleks dan bervariasi di wilayah Indonesia,”  tambahnya.

Cuaca ekstrem tidak hanya mempengaruhi kenyamanan manusia, tetapi juga kesehatan dan produktivitas manusia serta makhluk hidup lainnya seperti hewan, tanaman, dan serangga. Manusia dapat mengalami kelelahan akibat panas yang menyengat, dehidrasi, dan penurunan kualitas udara, yang semuanya meningkatkan risiko penurunan produktivitas dan penyakit. Selain itu, perubahan iklim, kenaikan suhu, dan perubahan pola curah hujan juga dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, yang berpotensi menurunkan produktivitas pertanian.

Langkah-langkah adaptasi menjadi sangat penting dalam menghadapi cuaca ekstrem ini. “Mengurangi aktivitas di luar ruangan saat suhu tinggi, menjaga tubuh tetap terhidrasi, menggunakan pelindung dari sengatan matahari adalah beberapa langkah yang dapat diambil. Kesadaran masyarakat akan langkah-langkah adaptasi juga perlu terus dilakukan. Selain melakukan aksi adaptasi, kita juga perlu berkontribusi dalam langkah-langkah mitigasi,” jelas Prof. Tania. 

Prof. Dr. Tania June, Pakar Mikrometeorologi (Sumber: narasumber)

IPB University sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk berkontribusi terhadap penanggulangan perubahan iklim. “Kita telah memiliki lampu jalan berbasis solar panel, mobil listrik, dan penggunaan sepeda di lingkar kampus untuk mengurangi emisi GRK.  Selain itu, akan sangat baik sekali kalau IPB mempunyai contoh Green Building yang secara sustainable menggunakan energi terbarukan yang rendah emisi, zero emission building, gedung dengan sumber energi berasal dari matahari seperti menggunakan solar panel atau mikrohidro dengan struktur bangunan tanpa memerlukan AC serta terintegrasi dengan tanaman, pohon dan taman dapat menjadi contoh yang bagus dalam mengurangi jejak karbon,” ujarnya.

Untuk menghadapi ancaman cuaca ekstrem, masyarakat perlu meningkatkan kesadaran aktivitas yang lebih pro-lingkungan dan mengurangi jejak karbon pribadi. “Meningkatkan awareness untuk berpartisipasi dalam efisiensi penggunaan energi, efisiensi penggunaan air, mengurangi dan menggunakan alternatif penggunaan bahan bakar fosil adalah langkah-langkah yang bisa kita ambil,” tegas Prof. Tania.

Penanggulangan terhadap dampak cuaca ekstrem dan perubahan iklim memerlukan upaya melalui kerja sama dari berbagai pihak, termasuk kementerian terkait, masyarakat, pemerintah, dan lembaga pendidikan. Dengan langkah-langkah adaptasi dan mitigasi yang tepat serta peningkatan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan dan emisi gas rumah kaca, kita dapat menghadapi ancaman ini dengan lebih baik sehingga masyarakat secara keseluruhan dapat lebih siap dan tanggap terhadap dampak perubahan iklim yang kita rasakan secara nyata.

“Prediksi cuaca ekstrem yang akurat memainkan peran krusial dalam mengurangi risiko bencana. Hal ini dapat dicapai melalui pemanfaatan kemajuan pesat dalam teknologi observasi sistem atmosfer bumi, yang melibatkan penggunaan remote sensing, satellite, radar, drone, buoy, dan berbagai perangkat pengukuran lain yang dipasang di pesawat terbang dan kapal laut serta stasiun cuaca otomatis, membuat data representatif menjadi lebih tersedia,” jelas Prof. Tania.

“Manajemen data, dan analisis yang semakin canggih dengan menggunakan super computer, machine learning dan kecerdasan buatan (AI) memudahkan para ilmuwan kemudian mengembangkan model iklim untuk menjelaskan mekanisme kerja sistem iklim, mengapa terjadi perubahan iklim, dan bagaimana dan seberapa besar iklim akan berubah di masa depan,” pungkasnya.

Model iklim yang lebih presisi dan sistem peringatan dini yang cepat dan akurat akan membantu masyarakat dan pemerintah untuk mempersiapkan diri dan mengambil tindakan pencegahan yang tepat. Dengan demikian, upaya ini akan meningkatkan kemampuan kita untuk merespons bencana alam dengan lebih efektif dan efisien.

***

Reporter : Claranita Rossi, Fiqih Adita Fadillah, Shafa Salsabila Inika Putri, Fida Zalfa Lathifah Yasmin

Ilustrator: Naura Aiman Hamidah

Editor: Rafly Muzakki

Redaksi Koran Kampus

Redaksi Koran Kampus

Lembaga Pers Mahasiswa
Institut Pertanian Bogor

Tambahkan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.