Makna dibalik Baju Hitam Prof. Dwi Andreas Santosa, Guru Besar IPB University yang Perjuangkan Hak Petani

Guru besar fakultas pertanian IPB University sekaligus ketua umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AP2TI), Prof. Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, perjuangkan hak-hak petani di Indonesia melalui filosofi baju hitam yang selalu ia kenakan dalam setiap kesempatan, seperti mengajar dan seminar. Menurutnya warna hitam ini melambangkan keprihatinan dan sesuatu yang belum selesai. 

Bermula pada tahun 2005, saat Prof. Dwi Andreas Santosa memenuhi undangan para petani di Kediri dan mendengarkan keluh kesah para petani yang merasa diintimidasi oleh pihak kepolisian pada saat itu. 

“Sebagian dari mereka ditangkap polisi dan alat untuk perbanyakan benih milik para petani disita, dan macam-macam yang dialami,” tuturnya saat diwawancarai pada hari Kamis, 19 September 2024. Hal ini terjadi karena pada saat itu para petani mencoba berdaulat terkait dengan benih, sehingga sebagian dari petani memproduksi benih jagung hibrida. Sebab intimidasi ini, para petani meminta bantuan kepada Prof. Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa agar para petani tidak lagi mengalami intimidasi.

Prof. Dwi Andreas Santosa juga membagikan pengalamannya bertemu dengan Budi, seorang penyuluh pertanian pada saat itu yang juga mengembangkan benih jagung hibrida dan mengalami intimidasi dari pihak kepolisian. Budi ditangkap polisi dan dibawa ke pengadilan. Budi dituduh mencuri benih induk dari salah satu perusahaan jagung hibrida di sana dan menghasilkan benih jagung hibrida. 

Budi juga dituduh melanggar hak paten. Karena kualitas benih indukan yang dimiliki Budi memiliki karakter yang sangat berbeda dengan benih indukan yang dimiliki perusahaan-perusahaan swasta, sehingga semua tuntutan gugur. Namun terbukti melanggar UU No 12 Tahun 1992 pasal 60 ayat 1 pasal 48 ayat 1, melakukan budidaya tanaman tanpa izin, serta pasal 12, pasal 14, dan pasal 60 tentang mengedarkan benih yang belum dilepas oleh pemerintah dan belum disertifikasi. Berawal dari hal tersebut, Prof. Dwi Andreas Santosa menilai bahwa Undang-Undang digunakan untuk mengkriminalisasi petani kecil. Hal inilah yang melatar belakangi Prof. Dwi Andreas Santosa kerap memakai pakaian berwarna hitam sejak 2005 hingga saat ini sebagai bentuk perjuangan dan perlawanan. 

“Jika kondisi petani belum membaik, saya tidak akan pernah berhenti memakai pakaian berwarna hitam,” tegas Prof. Dwi Andreas Santosa.

Pakaian berwarna hitam ini tentunya berkaitan dengan masalah agraria dan kesejahteraan petani dalam konteks sejarah dan budaya. Masyarakat petani pada zaman dulu juga sering menggunakan baju hitam, sama halnya dengan komunitas-komunitas tertentu di Indonesia. Pakaian hitam ini juga merupakan cara untuk menunjukkan ketidaksetujuan terhadap kebijakan pertanian yang dianggap tidak menguntungkan para petani. Di berbagai kesempatan, Prof. Dwi Andreas Santosa sudah menyampaikan berbagai pesan kepada masyarakat umum seperti melalui tulisan dalam buku, resepsi, seminar, kecuali saat acara kepresidenan.

Prof Dwi Andreas Santosa mengenakan pakaian hitam saat di wawancarai

Lahir dari keluarga sederhana membuat Prof. Dwi Andreas Santosa memiliki rasa empati terhadap nasib petani dan mendorongnya untuk memberikan perubahan serta pengaruh kepada nasib para petani kedepannya menjadi lebih baik. Pesan darinya  terkhususnya dalam rangka memperingati hari tani, penting untuk belajar dari petani karena mereka memiliki kapasitas ilmu pertanian yang luar biasa dan jauh lebih luas dibanding ilmu yang dipelajari di universitas, hasil selama bertahun-tahun telah berkecimpung di lapangan. 

Keinginan kuat untuk memberikan perubahan nyata mendorong beliau untuk terus berjuang demi kesejahteraan para petani dan rakyat Indonesia. Ia meyakini bahwa kesejahteraan bangsa berawal dari kemakmuran petani, sebagai tulang punggung perekonomian. 

Prof. Dwi Andreas berpesan bahwa penting bagi kita semua untuk belajar dari petani, yang memiliki pengetahuan luar biasa tentang pertanian yang diperoleh langsung dari pengalaman bertahun-tahun di lapangan, lebih luas dari apa yang diajarkan di universitas. Menghormati dan memuliakan mereka, serta terus berjuang bersama demi kemakmuran bersama adalah kunci bagi masa depan pertanian dan kesejahteraan rakyat. 

“Pada akhirnya, petani bukan hanya pahlawan pangan, tetapi mereka juga layak untuk hidup sejahtera, menikmati hasil kerja keras yang mereka berikan bagi bangsa ini,” tutupnya.

***

Reporter: Rahma Ambara, Putri Elsa Amelia Silalahi, Fiqih Adita Fadillah, Nazwa Ardelya Putri, Syifa Shabreena

Editor: Rosita

Redaksi Koran Kampus

Lembaga Pers Mahasiswa
Institut Pertanian Bogor

Tambahkan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.