Gemuruh di Bulan Suci
Gemuruh di langit Dramaga
Menyambut Ramadan tiba
Langit melewatkan hujan
Saat puasa di perantauan
Kemana perginya angin
Dia membawa ramainya sebuah rumah
Menyisakan aku di kesunyian
Gemuruh, oh gemuruh!
Kamu menjadi alarm pengingat subuh
Di kala itu, serdadu ibu mencubit pipi, menggelitik perut
Membuatku mengangkat selimut.
Tak ada yang lebih sedih dari gemuruh di malam suci
Tak ada yang tahu sesenyap apa ruangan ini
Dicatat oleh dinding, disaksikan oleh tirai.
Di penghujung azan berkumandang
Derai bulir membasahi pipi, sejauh mata memandang
Berbuka puasa dengan kerinduan yang mendalam
Ramadan di Perantauan
Bulan suci yang penuh berkah kembali menyapa
Namun kali ini rasa berbeda ….
Lama tak berjumpa denganya
Kini kerinduan akan kehadirannya terbayarkan dengan pertemuan
Kegembiraan dan kesedihan kurasakan secara bersamaan
Aku rindu rumahku yang ramah nan nyaman
Kini, hidup dalam jarak yang beranak pinak
Didekap kesunyian sebuah gambar usang di sudut ruang
Menikmati sahur secukupnya tanpa lauk olahan sang ibu
Dan berbuka puasa dengan menu hampa, tanpa ceramah sang ayah
Aku menanam niat dengan sedikit siraman haru
Memupuknya dengan berpuasa menahan rindu setiap waktu
Berbuka dengan gulma-gulma nestapa yang diramu bersama kolega penuntut ilmu
Hingga ragu yang tertancap pilu kini kian tumbuh subur terenyuh sembuh
Kini sang Ramadan
Memberikan pesan baru dalam kehidupan
Betapa berharganya suatu pertemuan
Sebelum dipisahkan karena keadaan
Reporter: Rosita, Nurmala Pratiwi
Editor: Fatin Humairo’
Ilustrator: Ayu Amalia Sari
Tambahkan Komentar