Jejak Pena Menjadi Cahaya

Langit bergemuruh, burung kehilangan arahnya 

Banteng-banteng mengamuk, menanduk bayangannya sendiri, 

rebah dalam amarah yang membutakan 

Angin dan ranting bertarung diam-diam, 

siapa yang akan tumbang lebih dulu? 

Pena dan kertas berseteru dalam bisu, 

siapa yang runtuh? Siapa yang utuh? 

 

Masih terang nyalaku pada negeri ini 

Kecerobohan kutulis dalam aksara, 

biar waktu menjadi saksi, 

kini, kelak, aku tak tahu sampai kapan Ibu lara, merintih dan berdoa 

Namun nyalaku padamu tak layu ditelan waktu 

 

Negeri ini adalah syair yang tak pernah bisu, 

meski pena diinjak sepatu kekuasaan, 

Ia tak akan mati, tak akan redup 

Tak gentar oleh letupan gas air mata, 

tak luluh diterjang meriam air 

Ia tetap menyala, 

hingga kelak, kututup mata

***

Reporter: Bagus Apriano Nur Sukma

Editor: Nabila Farasayu Pamuji

Fotografer: M Wira Kisesa

Bagus Apriano Nur Sukma

Tambahkan Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.