Bersumber dari data Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan yang menyatakan bahwa jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 22,97 juta jiwa dan data Sistem Informasi Layanan Statistik tahun 2020 yang menyatakan bahwa 11,42% penyandang disabilitas hidup di bawah garis kemiskinan, melatarbelakangi tim PKM bidang Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) IPB University menginisiasi riset mengenai pengaruh extra cost penyandang disabilitas fisik terhadap kesempatan tenaga kerja sebagai evaluasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Kota Bandung yang dilaksanakan dari 16 Mei hingga 25 Juni 2024.
Extra cost merupakan biaya tambahan yang harus ditanggung oleh penyandang disabilitas dan keluarganya untuk mengatasi keterbatasan mereka. Biaya tambahan ini mencakup semua hal yang diperlukan penyandang disabilitas untuk menjalani aktivitas sehari-hari, seperti alat bantu khusus, terapi, dan lainnya. Hal ini sejalan dengan hasil riset Lembaga Demografi FEB UI (2013) yang dikutip oleh Fuad. B (2016), yang menyatakan bahwa keluarga dengan penyandang disabilitas memiliki biaya hidup yang lebih tinggi (extra cost) sekitar 15 hingga 30% lebih tinggi daripada keluarga non-disabilitas.

Tim yang dipimpin oleh Yunia Lestari (FEM 59) dan beranggotakan Muh. Farid F. B (FMIPA 59), Sulthan Farras Razin (FMIPA 59), Fahmi Maulana Ardyansyah (FMIPA 60), dengan bimbingan Fahmi Salam Ahmad S.Stat., M.Si ini mengaitkan pengaruh extra cost terhadap kesempatan tenaga kerja bagi penyandang disabilitas. Karena terbatasnya mobilitas dalam mencari pekerjaan, penyandang disabilitas cenderung sulit mendapatkan pekerjaan. Hal Ini juga karena banyak perusahaan yang memprioritaskan standar umum seperti kesehatan fisik dan mental. Karena itu, Program Keluarga Harapan (PKH) memberikan bantuan kepada penyandang disabilitas, tetapi Yunia dan tim menemukan bahwa program ini masih kurang efektif.
Yunia dan tim menilai kurang efektifnya program PKH disebabkan oleh tidak hanya ditujukannya program ini kepada penyandang disabilitas yang hidup di bawah garis kemiskinan, tetapi kepada warga miskin lainnya juga, dimana program ini kerap tidak tepat sasaran. Selain itu, Yunia dan tim menganggap banyak orang yang belum mengetahui apa itu PKH.

Luasnya Kota Bandung menjadi tantangan bagi Yunia dan tim dalam menyiasati responden yang mereka temui dapat mewakili semua disabilitas fisik di Kota Bandung. Sehingga, untuk mengumpulkan data mereka harus bekerja sama dengan yayasan, organisasi, dan komunitas yang menaungi penyandang disabilitas fisik. Responden yang merasa terbantu dengan adanya penelitian ini berkeinginan suara mereka dapat terdengar di masyarakat umum dan pemerintah, menjadi hal paling berkesan bagi Yunia dan tim.
Dengan adanya penelitian ini, Yunia dan tim berharap masyarakat umum dan pemerintah dapat lebih sadar dan peduli akan kebutuhan dan pemenuhan hak – hak para penyandang disabilitas, serta adanya pemisahan program seperti PKH khusus untuk penyandang disabilitas yang kurang mampu. Mereka juga mengharapkan adanya regulasi mengenai kuota bagi penyandang disabilitas di setiap perusahaan, dengan diterapkannya pengawasan yang rutin untuk meminimalkan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas.
***
Reporter: Rahma Ambara
Editor: Fairuz Zain
Tambahkan Komentar