Tim Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKM-PM) IPB University berhasil menciptakan program SaPapua untuk meningkatkan self-resilience menggunakan pendekatan Logoterapi pada anak-anak korban konflik antara kelompok kriminal bersenjata (KKB) dengan anggota TNI Polri di Intan Jaya, Papua. Program SaPapua berfokus pada penguatan nilai dan makna hidup untuk meningkatkan motivasi serta kepercayaan anak-anak di sana. Tim PKM-PM ini beranggotakan Vikri Ramadan, Tri Dara Indah Djunaidi, Thaariq Abdul Muzzammil, Wirayudha Erlangga Prayoga, dan Reihan Randyka, dengan dosen pembimbing Dr. Yusalina, M.Si
Program SaPapua telah dilaksanakan sejak Jumat, 10 Mei 2024 di Sekolah Anak Indonesia yang berlokasi di Sentul, Kabupaten Bogor. Anak-anak Intan Jaya yang mengikuti program ini merupakan binaan Yayasan Alirena. Mereka sengaja didatangkan dari Kabupaten Intan Jaya ke Bogor agar fokus bersekolah dengan rasa aman dan nyaman.
“Kami turut prihatin dengan permasalahan yang ada di tanah Papua dan juga beritanya sedang naik-naiknya. Dan juga menurut berita dan literatur lain (buku dan jurnal) yang kami baca mengatakan bahwa konflik yang terjadi di Tanah Papua ini setidaknya pada tahun 2023 ada 79 kasus, dengan 22% di antaranya yang menjadi korban adalah anak-anak,” ucap Thaariq, salah satu anggota tim PKM-PM. Selain itu, angka putus sekolah di Papua, khususnya Intan Jaya cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data Dinas Pendidikan, Pengajaran, dan Arsip Daerah tahun 2020, terdapat setidaknya 314.606 kasus anak putus sekolah di Papua.
Hal tersebut mendorong tim ini untuk menciptakan program SaPapua. SaPapua sendiri berasal dari kata “Sa” yang berarti Saya dan “Papua” yang berarti Papua itu sendiri. Jadi, SaPapua memiliki maksud Saya Papua, yang dapat menjadi cerminan bahwa anak-anak Intan Jaya bangga dengan identitas mereka sebagai orang asli Papua.
Penyusunan dan pelaksanaan programnya dibuat berdasarkan masalah yang mereka hadapi, yaitu ketidakpercayaan diri, tidak tahu potensi diri, dan tidak tahu tujuan hidup. Pre-assesment diadakan sebagai langkah awal untuk mengenal diri mereka dan menyesuaikan program. Setelah itu, tim yang diketuai oleh Vikri ini membagi tiga program utama sebagai pelaksanaan dari pilar Logoterapi cetusan Viktor E Frankl (Attitudinal Value, Experiental Value, dan Creative Value).
Program pertama adalah SaPapua Digdaya. Program ini terdiri dari Life Card, Leadership Group Discussion, dan Let’s Speak Up. Ketiga sub program dimaksudkan agar anak-anak binaan Sekolah Anak Indonesia mengenal diri mereka dan lebih percaya diri.
Program kedua, yakni SaPapua Pejuang bertujuan untuk menemukan potensi diri menuju tujuan hidup dan jurusan kuliah yang akan mereka ambil. “Setiap anak-anak di sana disuruh menuliskan apa yang menjadi kesukaan mereka, dan hasilnya akan digunakan untuk menarik jurusan yang akan mereka pilih di perguruan tinggi negeri. Mereka dipercayai oleh Kabupaten Intan Jaya sebagai angkatan pertama untuk menerima Beasiswa Utusan Daerah (BUD) di Vokasi IPB,” tutur Thaariq.
Program terakhir adalah SaPapua Berbudaya. Melalui Culture Day, Ranking 1, dan Festival SaPapua, mereka diajarkan untuk mengenal budaya yang ada di 5 pulau besar di Indonesia. Menurut keterangan Thaariq, mereka awalnya sangat sulit untuk menerima kebudayaan daerah lain. Namun, dengan adanya program ini mereka bahkan menjadi senang untuk mengenal lebih jauh hal tersebut.
Dengan dibentuknya program SaPapua, tim PKM-PM dari IPB tersebut berharap semoga anak-anak di Papua dan di seluruh Indonesia bisa mendapatkan pendidikan yang layak, aman, dan nyaman. Untuk anak-anak SaPapua, semoga bisa menjadi sukses setelah menemukan tujuan hidupnya melalui program yang diusung, terus berkembang ke arah yang lebih baik, dan kembali ke Intan Jaya untuk mengabdi serta membangun kampung halaman supaya menjadi lebih baik lagi kedepannya.
***
Reporter : Fera Kristanti
Editor: Fairuz Zain
Tambahkan Komentar