Green Campus dengan Konsep Energi Mandiri

    Menjadi salah satu pembicara di acara “Obrolan Mahasiswa G” (12/09), drh. Hasim, DEA mengulas kebijakan Green Campus IPB dari sisi keilmuan mata kuliah yang diampunya di Departemen Biokimia, yaitu Biokimia Lingkungan. Obrolan Mahasiswa G merupakan acara diskusi terbuka mahasiswa yang diselenggarakan oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FMIPA IPB. Dekan Fakultas Kehutanan eks Direktur Kemahasiswaan Dr. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F.Trop dan Menteri Kebijakan Kampus BEM KM IPB 2015 Abdulloh turut menjadi pembicara di acara tersebut.

Ketua BEM G, kastrat BEM KM, drh Hasim dan Dr. Rinekso Soekmadi, M.Sc. dalam obrolan mahasiswa G pada Sabtu (12/9).
Ketua BEM G, kastrat BEM KM, drh Hasim dan Dr. Rinekso Soekmadi, M.Sc. dalam obrolan mahasiswa G pada Sabtu (12/9). (Foto: Ichwanul AM)

“Karena kita negara yang mempunyai hutan sangat luas, mungkin kita bisa disebut sebagai paru-paru dunia,” ujar drh. Hasim.

Menurut drh. Hasim, negara dapat dikatakan sebagai paru-paru dunia bila absorbsi CO2 lebih tinggi daripada emisi CO2 dari domestik, transportasi, dan industri. Sebagai kaum akademisi, drh. Hasim mengimbau mahasiswa untuk menjadi teladan untuk menjaga keseimbangan energi dan temperatur alam. Namun, menjadi teladan memang butuh pengorbanan. “Jadi tidak otomatis kita menjadi Green Campus, langsung dingin dan sejuk tanpa AC,” tukas drh. Hasim.

drh. Hasim memaparkan berbagai sumber energi alternatif yang mungkin untuk IPB serta cara-cara pengolahan energi tersebut. Energi matahari di siang hari dapat ditangkap oleh tiang-tiang penangkap, kemudian di malam hari dinyalakan. Gas metan dari kotoran sapi maupun dari sampah yang difermentasi dapat dipakai untuk memutar diesel, diesel kemudian disimpan dalam bentuk listrik atau baterai. drh Hasim menyatakan, IPB harus punya alat untuk membuat gas metan dari kotoran sapi menjadi dalam tangki-tangki yang ditekan ke dalam, yang berprinsip kerja seperti LPG. Sampah dan kotoran sapi dapat diolah, sehingga bus dapat berjalan dari sampah dan kotoran sapi. PLTA juga dapat dibuat dari sungai-sungai di sekitar IPB.

“Jadi, energi muter-muter di situ aja. Sampah adalah energi. Jadi kalau ada sampah dibakar, jerami dibakar, katanya kurang energi. kok energi dibuang-buang?” beber drh. Hasim.

drh. Hasim menilai bahwa sangat ideal IPB menjadi teladan. Namun, hal tersebut perlu peningkatan dengan menggunakan sumber energi yang benar-benar dari IPB. “Pertamina sudah mempunyai (tangki penangkap gas metan). Jangan sampai Green Campus kita ‘tanggung’,” tegas drh. Hasim.

Fara Ruby Addina

Redaksi Koran Kampus

Redaksi Koran Kampus

Lembaga Pers Mahasiswa
Institut Pertanian Bogor

2 Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

  • Untuk apa menjadi teladan dalam isu lingkungan kalau ternyata dalam penerapannya mengorbankan hajat hidup manusia lainnya? Jangan-jangan malah IPB menjadi laten, saat semua ngomongin green, ikut-ikutan green…

    Wacana “hutan adalah paru-paru dunia” tidak berlaku bagi masyarakat sekitar hutan. Siapa yg menjaga paru-paru mereka? kriminalisasi, kemiskinan, taraf hidup yg rendah, adalah harga yg harus selalu mereka tanggung dibawah bendera narasi “Green”.

    Saya tidak menolak keestarian lingkungan. Hanya saja, jangan lupa, manusiakan dulu manusia nya, baru bicara lingkungan. Jangan “lestarikan lingkungan!” hanya milik mereka kaum borjuis.. “Lestarikan lingkungan” harus jadi gerakan bersama, dimulai dari keadilan sosial, ekonomi, dan keadilan ekologi….